Ketika Kejujuran Lebih Berharga Dari Pada Emas Olimpiade!
Pengakuan pebalap sepeda yang hampir jadi
legenda dunia Lance Armstrong dari AS pada acara Oprah Winfrey menjadi
berita yang sangat menghebohkan (breaking news). Tanggal 19 Januari 2013
pagi CNN berkali-kali menayangkan kembali acara itu. Intinya Lance
Armstrong, peraih tujuh kali juara turnamen paling bergengsi Tour de
France, ternyata menggunakan obat perangsang (doping) yang dilarang
dalam pertandingan olah raga. Dia juga mengakui dengan terus terang
bahwa ia mengancam banyak orang jika melaporkan praktek curangnya itu.
Dengan pengakuan ini Armstrong mengakui
akan menerima resiko tidak diterima keluarga, masyarakat, dan dunia. Dia
juga mengakui akan kehilangan pendapatan sekitar AS$75 juta (sekitar
Rp.700 milyar). Tapi Oprah Winfrey mengatakan kebenaran akan membebaskan
Lance Armstrong.
Pengakuannya di acara Oprah Winfrey
tersebut benar-benar mengejutkan, dan mengubah banyak hal. Banyak
tanggapan yang muncul. Ada yang mengatakan bahwa hukuman terhadap
Armstrong belum memadai, karena dia melakukan “kecurangan yang sangat
luar biasa.” Isterinya, Betsy Andreu, juga tidak bisa memahami pengakuan
yang dilakukan Lance Armstrong yang menyebabkan mereka kehilangan
pendapatan yang luar biasa.
Apa artinya pengakuan ini dan seberapa pentingkah kejujuran?
Bagi rakyat AS rupanya prestasi luar
biasa tidak ada artinya kalau itu dilakukan dengan kecurangan. Kejujuran
lebih penting dari pada prestasi. Seandainya Lance Armstrong tidak
melakukan pengakuan ini sebenarnya tidak perlu menjadi masalah karena
publik sudah telanjur percaya padanya. Bahkan kalau pun ada orang yang
mencoba menyalahkan Lance Armstrong, publik akan menganggapnya karena
tidak senang saja dengan prestasi mengagumkan Armstrong.
Pengakuan ini juga mengingatkan kita
pada kisah pelari AS Marion Lois Jones (lahir 12 Oktober 1975), peraih
lima medali emas Olimpiade tahun 2000 di Sydney pada lari 100 dan 200
meter. Tapi tahun 2007 dia membuat pengakuan menghebohkan bahwa dia
ternyata menggunakan obat perangsang (doping) untuk memenangi itu. Bukan
saja dia harus mengembalikan seluruh medalinya, tapi dia harus masuk
penjara karenanya. Kepada putrinya yang masih SD ketika mengunjunginya
di penjara, Marion Jones mengatakan dia tidak ingin anak-anaknya
memiliki kebanggaan yang palsu akan dirinya dan lebih baik hidup dalam
kebenaran walaupun pahit akibatnya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Seandainya Lance Armstrong dan Marion
Lois Jones orang Indonesia, akankah mereka bersedia dengan jujur
melakukan pengakuan kepada publik serta menceritakan yang sesungguhnya
walaupun resikonya sangat berat? Ini akan menjadi pertanyaan penting
dalam mengisi Indonesia yang sudah berada di jalan yang benar menuju
negara besar dan maju ini.
Semoga pengakuan Lance Armstrong dan
kisah Marion Lois Jones ini menjadi bahan perenungan mendalam bagi
rakyat Indonesia (yang 100% beragama sementara rakyat AS sudah banyak
yang tidak beragama) terutama Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin,
Gayus Tambunan, Anas Urbaningrum, Miranda Gultom, Andi Mallarangeng,
Zulkarnaen Mallarangeng, dll agar negara kita semakin baik. Lebih baik
mengatakan yang sejujurnya dari pada banyak menjawab “Saya lupa yang
mulia” seperti sering dinasehatkan para pengacara saat ini.
Semoga rakyat Indonesia memiliki
keberanian yang luar biasa seperti Lance Armstrong dan Marion Lois Jones
untuk mengakui sejujurnya apa yang mereka perbuat, apa pun akibatnya.
Indonesia akan lebih cepat maju kalau kejujuran diutamakan dan itu lebih
baik dari pada kemajuan yang palsu! Semoga ini menjadi renungan
mendalam bagi Abdullah Puteh, Al Amin Nasution, Amrun
Daulay, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Artalyta
Suryani, Djoko Susilo, Eduardus Cornelis Neloe, Gayus Tambunan, Eddy
Tansil, Herman Allositandi, Harini R. Wiyoso, H. Midfai Yabani, Luthfi
Hasan, Mulyana Wira Kusumah, M. Nazaruddin, Miranda Gultom, Neneng Sri Wahyuni, Probosutedjo, Ratna Dewi Umar, Rokhmin
Dahuri, Siti Hartati Murdaya, Muhammad Iqbal, Rusdihardjo, Sukawi
Sutarip, Theodorus Franciscus Toemion, Urip Tri Gunawan, Wafid Muharam,
Widjanarko Puspoyo, dan lain-lain.
Mario Teguh menasehati kita bahwa tidak perlu
mengatakan “kalau boleh jujur” karena itu menggambarkan sebelumnya tidak
jujur. Dia menyarankan jujurlah selamanya.
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/19/kejujuran-pengakuan-amstrong-yang-menghebohkan-526011.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar