Sabtu, 27 April 2013

Ketika Kejujuran Lebih Berharga Dari Pada Emas Olimpiade!

Ketika Kejujuran Lebih Berharga Dari Pada Emas Olimpiade!

Pengakuan pebalap sepeda yang hampir jadi legenda dunia Lance Armstrong dari AS pada acara Oprah Winfrey menjadi berita yang sangat menghebohkan (breaking news). Tanggal 19 Januari 2013 pagi CNN berkali-kali menayangkan kembali acara itu. Intinya Lance Armstrong, peraih tujuh kali juara turnamen paling bergengsi Tour de France, ternyata menggunakan obat perangsang (doping) yang dilarang dalam pertandingan olah raga. Dia juga mengakui dengan terus terang bahwa ia mengancam banyak orang jika melaporkan praktek curangnya itu.
Dengan pengakuan ini Armstrong mengakui akan menerima resiko tidak diterima keluarga, masyarakat, dan dunia. Dia juga mengakui akan kehilangan pendapatan sekitar AS$75 juta (sekitar Rp.700 milyar). Tapi Oprah Winfrey mengatakan kebenaran akan membebaskan Lance Armstrong.
Pengakuannya di acara Oprah Winfrey tersebut benar-benar mengejutkan, dan mengubah banyak hal. Banyak tanggapan yang muncul. Ada yang mengatakan bahwa hukuman terhadap Armstrong belum memadai, karena dia melakukan “kecurangan yang sangat luar biasa.” Isterinya, Betsy Andreu, juga tidak bisa memahami pengakuan yang dilakukan Lance Armstrong yang menyebabkan mereka kehilangan pendapatan yang luar biasa.
Apa artinya pengakuan ini dan seberapa pentingkah kejujuran?
Bagi rakyat AS rupanya prestasi luar biasa tidak ada artinya kalau itu dilakukan dengan kecurangan. Kejujuran lebih penting dari pada prestasi. Seandainya Lance Armstrong tidak melakukan pengakuan ini sebenarnya tidak perlu menjadi masalah karena publik sudah telanjur percaya padanya. Bahkan kalau pun ada orang yang mencoba menyalahkan Lance Armstrong, publik akan menganggapnya karena tidak senang saja dengan prestasi mengagumkan Armstrong.
Pengakuan  ini juga mengingatkan kita pada kisah pelari AS Marion Lois Jones (lahir 12 Oktober 1975), peraih lima medali emas Olimpiade tahun 2000 di Sydney pada lari 100 dan 200 meter. Tapi tahun 2007 dia membuat pengakuan menghebohkan bahwa dia ternyata menggunakan obat perangsang (doping) untuk memenangi itu. Bukan saja dia harus mengembalikan seluruh medalinya, tapi dia harus masuk penjara karenanya. Kepada putrinya yang masih SD ketika mengunjunginya di penjara, Marion Jones mengatakan dia tidak ingin anak-anaknya memiliki kebanggaan yang palsu akan dirinya dan lebih baik hidup dalam kebenaran walaupun pahit akibatnya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Seandainya Lance Armstrong dan  Marion Lois Jones orang Indonesia, akankah mereka bersedia dengan jujur melakukan pengakuan kepada publik serta menceritakan yang sesungguhnya walaupun resikonya sangat berat? Ini akan menjadi pertanyaan penting dalam mengisi Indonesia yang sudah berada di jalan yang benar menuju negara besar dan maju ini.
Semoga pengakuan Lance Armstrong dan kisah Marion Lois Jones ini menjadi bahan perenungan mendalam bagi rakyat Indonesia (yang 100% beragama sementara rakyat AS sudah banyak yang tidak beragama) terutama Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin, Gayus Tambunan, Anas Urbaningrum, Miranda Gultom, Andi Mallarangeng, Zulkarnaen Mallarangeng, dll agar negara kita semakin baik. Lebih baik mengatakan yang sejujurnya dari pada banyak menjawab “Saya lupa yang mulia” seperti sering dinasehatkan para pengacara saat ini.
Semoga rakyat Indonesia memiliki keberanian yang luar biasa seperti Lance Armstrong dan Marion Lois Jones untuk mengakui sejujurnya apa yang mereka perbuat, apa pun akibatnya. Indonesia akan lebih cepat maju kalau kejujuran diutamakan dan itu lebih baik dari pada kemajuan yang palsu! Semoga ini menjadi renungan mendalam bagi Abdullah Puteh, Al Amin Nasution, Amrun Daulay, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Artalyta Suryani,  Djoko Susilo, Eduardus Cornelis Neloe,  Gayus Tambunan, Eddy Tansil, Herman Allositandi, Harini R. Wiyoso, H. Midfai Yabani, Luthfi Hasan, Mulyana Wira Kusumah, M. Nazaruddin, Miranda Gultom, Neneng Sri Wahyuni, Probosutedjo, Ratna Dewi Umar, Rokhmin Dahuri, Siti Hartati Murdaya, Muhammad Iqbal, Rusdihardjo, Sukawi Sutarip, Theodorus Franciscus Toemion, Urip Tri Gunawan, Wafid Muharam, Widjanarko Puspoyo, dan lain-lain.
Mario Teguh menasehati kita bahwa tidak perlu mengatakan “kalau boleh jujur” karena itu menggambarkan sebelumnya tidak jujur. Dia menyarankan jujurlah selamanya.
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/19/kejujuran-pengakuan-amstrong-yang-menghebohkan-526011.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar