Senin, 03 Maret 2014

Bangkit setelah Bangkrut

Kebangkrutan bisnis alat berat yang menyisakan utang Rp 62 miliar justru menjadi titik balik kebangkitan Heppy Trenggono merintis bisnis baru dengan 12 perusahaan dan 3.000 karyawan. Bagaimana bisa?
Dulu, tiap hari selalu tampak sejumlah lelaki berbadan tegap hilir mudik di kantor PT Balimuda Persada. Wajah-wajah garang itu datang silih berganti ke lokasi perusahaan milik Heppy Trenggono itu beroperasi. Mereka adalah para debt collector yang menagih utang perusahaan alat berat tersebut senilai Rp 62 miliar. “Itu kejadian sekitar enam tahun silam. Jumlah utang saya melebihi aset perusahaan,” ujar Heppy tentang masa sulitnya tahun 2005. Kini, Heppy adalah bos Grup Balimuda yang membawahkan 12 anak perusahaan dengan 3.000 pegawai.
Diakui Heppy, kegagalannya saat itu berawal dari ambisi ingin kelihatan sukses. Untuk mencapai mimpinya, pria kelahiran 20 April 1967 ini nekat melakukan sesuatu di luar kemampuan: ekspansi besar-besaran tanpa kalkulasi bisnis dan prospeknya. Keberanian ini dipicu oleh kondisi bisnis Balimuda yang berkembang terlalu cepat dibandingkan rata-rata perusahaan lain. Pihaknya berani menyanggupi pekerjaan yang nyatanya tidak mampu digarap dan nilai proyeknya melampaui kapasitas finansial perusahaan.
Cepat membesar, cepat terkapar. Kalimat itu cocok menggambarkan betapa rentannya bisnis Balimuda yang dibesut Heppy pada 2002. Dia terpincut terjun ke bisnis alat berat lantaran ingin mengikuti jejak sang kakak yang lebih dulu sukses. Maka, sembilan tahun lalu Heppy yang kala itu masih menjabat Direktur Teknik Lativi mengibarkan bendera PT Balimuda Persada. Baginya, dunia alat berat bukan hal asing. Apalagi, dia pernah bekerja sebagai Programmer Analyst di PT United Tractors selama lima tahun. Dengan pengalamannya itulah, dia berani memutuskan bekerja sambil berwirausaha.
Mula-mula Balimuda menangani proyek pembukaan lahan (land clearing) perkebunan sawit, yaitu menjadi subkontraktor beberapa perusahaan, seperti Pradiksi dari Malaysia. Adapun proyek pertama bukan-subkontraktor adalah proyek dari Gudang Garam yang ingin membuka lahan di Kalimantan Timur pada akhir 2002. Proyek itu didapat dengan susah payah. Kebetulan, intuisi bisnis Heppy tajam, sehingga dia mampu mencium peluang dari perusahaan rokok itu yang hendak buka lahan sawit. Dia pun jemput bola dengan mendatangi kantor Gudang Garam dari pagi hingga sore.
Untuk menjalankan proyek Balimuda kala itu, tidak dibutuhkan dana besar. Dia hanya memutar uang untuk menggarap proyek dari klien. Pasalnya, lulusan Manajemen Informatika dari Universitas Gunadarma ini sudah mendapatkan kredit usaha dari Bank Niaga sebesar 80% dari total nilai proyek. Sementara untuk pengadaan alat berat, dia mencicil dari United Tractors. Uang muka 20%, sisanya diangsur selama 12 bulan. Begitu seterusnya, sampai suatu ketika Heppy yakin untuk serius menggeluti bisnisnya dan meninggalkan kursi empuk di Lativi (kini TV One).
Ya, Dewi Fortuna masih berpihak pada Heppy. Nama Balimuda kian melambung dan banyak perusahaan yang meliriknya. Celakanya, “Di situlah agaknya awal kehancuran bisnis saya,” katanya mengenang dengan raut wajah sedih. Waktu itu, dia betul-betul terlena dengan pinjaman usaha dan tak mampu mengontrol diri. Ekspansinya kebablasan dengan menambah banyak alat berat, sehingga dia tidak mampu bayar utang. Bahkan, semua hartanya terkuras habis. Karyawan sebanyak 400 orang pun bubar, sebelum dilakukan pemecatan. “Mereka (karyawan) pergi membawa aset perusahaan yang ada,” ucap anak ke-3 dari 8 bersaudara ini. Dia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lantaran tak mampu menggaji pegawainya. Yang bisa dia lakukan saat itu cuma memohon perpanjangn tempo pembayaran utang kepada para kreditor.
Heppy mengaku memetik pelajaran berharga dari pengalaman buruknya. “Saya mulai sadar bahwa nafsu untuk kelihatan sukses justru akan membuat diri sendiri terpuruk,” ungkap ayah empat anak ini. Pascajatuh, Heppy tidak berlarut-larut meratapi diri. Berawal dari kebangkrutan, dia ingin membuktikan bisa bangkit dan melesat kembali.
Lantas, apa yang dia lakukan?
Langkah pertama yang diayunnya adalah mengubah haluan bisnis. Dia kapok menggumuli bisnis alat berat. Nah, agar tetap bisa menghidupi keluarganya, Heppy tidak malu menjadi broker bagi perusahaan yang akan terjun ke bisnis kelapa sawit. “Sebab, pekerjaan inilah yang paling memungkinkan dan risikonya kecil,” ujar pengusaha yang juga dikenal sebagai ustadz ini.
Saat menjadi broker, Heppy mengandalkan jaringan lama yang masih percaya pada dirinya. Dia juga memperluas pergaulan hingga ke mancanegara. Sebagai perantara, tugasnya hanya mencarikan lahan sawit bagi investor. Atau, mempertemukan investor dan pengusaha yang bergerak di bidang sawit. Perlahan tetapi pasti, Heppy mampu membeli lahan sawit sembari melunasi tumpukan utangnya.
Tidak hanya itu, siapa sangka kini Heppy bersama mitra bisnisnya sudah memiliki 80 ribu hektare lahan kelapa sawit yang tersebar di beberapa daerah di Kal-Tim dan Sumatera. Tidak tanggung-tanggung, total investasinya hingga sekarang Rp 4 triliun.
Makin lama bisnis broker kelapa sawit Heppy kian bersinar. Lelaki asal Desa Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, ini mendapat banyak mitra dari investor asing. Saat ini, Balimuda bersinergi bisnis dengan IGM Corp, Bless Resource, plus NBC. “Sebenarnya, masih banyak lagi,” katanya tanpa merinci nama perusahaan yang menaungi kerja sama itu. Yang jelas, anak perusahaan perkebunan itu antara lain PT Sinergi Agro Industri, PT Indonesia Plantation Synergi, PT Prima Alumga, PT Borneo Indo Subur, PT Prasetia Utama dan PT Buana Mudantara.
Heppy mengaku, model bisnis kelapa sawitnya belum sampai ke tahap pengolahan. Malah, boleh dibilang, tidak sampai ke tahap panen. Kegiatan bisnisnya cenderung membeli lahan, baik yang masih kosong, siap tanam, maupun sudah ditanami. Kemudian, lahan tersebut dia kelola melalui berbagai anak perusahaan. Setelah itu, lahan dijual lagi pada umur tertentu. Nah, profit didapat dari selisih harga jual tersebut. “Kalau lahan sawit itu, makin tua kian mahal. Apalagi, jika bibitnya bagus, sehingga umur tiga tahun bisa memetik hasilnya,” kata Heppy yang enggan membeberkan omsetnya. Yang pasti, bisnis perkebunan itu memberi kontribusi pendapatan terbesar di Grup Balimuda.
Tidak puas hanya menggenggam bisnis perkebunan, selanjutnya bidang produk konsumer pun disergap Heppy. Bisnis baru ini dipayungi Heppyfoods yang membawahkan PT Balimuda Food dan PT Industri Pangan Indonesia yang didirikan tahun 2006. Meski belum setenar perusahaan produk konsumer besar, produk Heppyfoods yang pabriknya berada di BSD City Tangerang mampu menyeruak di pasaran. Salah satu produknya adalah bubur instan berbahan kentang dengan merek Potayo. Dia mengklaim, produk ini menjadi pionir dan pemimpin pasar. Betul, secara brand awareness, Potayo belum terkenal karena Heppy sengaja tidak membuka jalur promosi, apalagi beriklan di media massa. Pasalnya, strategi penjualan yang dilancarkan langsung ke end user.
Kendati demikian, jangan anggap enteng distribusi Potayo. Heppy justru langsung mengambil jalur modern channel seperti Carrefour dan Hero. Jadi, meski iklannya belum nongol di televisi, produk Potayo sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Selain Potayo, belakangan dia juga memproduksi health coffee dengan merek Cordova. Produk anyar ini baru dirilis ke pasar dengan menyasar konsumen langsung, alias belum memakai jalur distributor.
Handito Hadi Joewono memberikan aplaus terhadap inovasi Potayo. “Heppyfoods punya peluang menjadi penguasa di pasar yang diciptakannya tersebut. Tapi, kalau tidak mau promosi gara-gara takut persaingan, itu berbahaya. Sebab, justru persaingan inilah potensi untuk tumbuh besar. Kuncinya, grow or die. Kalau tidak mau persaingan, justru nanti mati sendiri,” kata Chief Strategy Consultant & President Arrbey itu. Menurutnya, jangan takut membangunkan macan tidur. Kalau tidak, malah bisnisnya akan kecil terus. Nah, untuk mengantisipasinya, dia menyarankan strategi menahan pertumbuhan kompetitor dengan menguasai daerah-daerah tertentu, jadi bukan head-on.
Sekarang, di bawah United Balimuda Corp ada 12 perusahaan milik Heppy. Ini adalah buah dari kerja keras dan kegigihannya dalam berbisnis. Heppy sudah mandiri sejak ibunya wafat saat dia masih duduk di kelas III SD.
Aswandi As’an juga tidak meragukan sikap pantang menyerah bosnya. ”Beliau tidak ambisius, tetapi mampu mengerjakan apa yang ada dengan banyak relasi di dalam dan luar negeri,” kata staf Hubungan Eksternal United Balimuda Corp itu.
Heppy mempekerjakan lebih dari 3.000 orang dengan sistem kekeluargaan. Dia cenderung ingin membangun karakter karyawan ketimbang menerapkan target yang muluk-muluk. “Memang target itu penting. Tapi, saya tidak pernah marah jika target tidak tercapai,” kata Presiden Direktur United Balimuda Corp ini tentang alasan sistem pengelolaan karyawannya. Yang bisa menyulut kemarahan Heppy justru ketika karyawan tidak bisa menerapkan falsafah “Inspiring and giving the world”. Prinsip inilah yang terus ditanamkan pada karyawan Balimuda. Dan perwujudannya, membentuk karyawan yang berkarakter dan berintegritas tinggi.
Gaya leadership Heppy adalah keteladanan. Dia ingin menunjukkan bagaimana hidup secara benar kepada bawahan. Misalnya, soal kejujuran, dia selalu terbuka soal pengeluaran perusahaan. Ini dimaksudkan agar karyawan tidak berlaku culas ketika diberi tanggung jawab. Contoh lain? Untuk mewujudkan perusahaan yang menginspirasi, secara berkala dia melibatkan masyarakat sekitar kantor yang berada di Jl. Mampang Prapatan XIV/99, Jakarta Selatan, untuk beraktivitas. Heppy pun tiap hari memberikan sarapan kepada kaum dhuafa di sekitar rumahnya di Jl. Mampang Prapatan X. “Kita jangan sejahtera sendirian, tapi juga lingkungan sekitar,” ujar Heppy tentang sikap filantropinya. Untuk memberi contoh kehidupan berkeluarga, tak jarang anak-anak Heppy juga diajak menyambangi kantor. Bila umumnya istri pengusaha hanya di rumah, Heppy melibatkan sang istri sebagai Direktur Keuangan.
Keteladanan Heppy dibenarkan oleh karyawannya. Pendapat Edi Cahyanto setidaknya menguatkan hal itu. “Saya seperti mendapatkan sosok guru pada diri Pak Heppy,” ucap Penyelia Produksi PT Industri Pangan Indonesia itu. Jadi, hubungannya dengan Heppy bukanlah antara atasan dan bawahan, melainkan antara guru dan murid. Nilai moral yang diajarkan Heppy dan sangat melekat di hati karyawan adalah tradisi untuk menyisihkan 10% penghasilan buat kegiatan amal. Heppy juga dinilainya jago memilih karyawan untuk menduduki posisi terentu. “Bagi Pak Heppy, orang pintar itu banyak. Tapi orang yang mau dididik itu sedikit,” kata Edi. Dia mencontohkan, dirinya sendiri yang tidak tahu apa-apa soal produksi justru diserahi posisi supervisor. Hebatnya, Heppy bersedia mengajari secara langsung anak buah yang ingin belajar sungguh-sungguh. Kelebihan lain sosok Heppy? “Orangnya sederhana, bahkan sering menyetir sendiri mobilnya,” Aswandi menambahkan.
Nah, seiring dengan semangat menginspirasi, Heppy juga membentuk komunitas Indonesian Islamic Business Forum. Ini merupakan komunitas yang beranggotakan pengusaha dan calon pengusaha. Kegiatannya, mulai dari berbagi pengalaman hingga pendampingan bisnis para anggota. Belakangan, Heppy juga menggagas lahirnya gerakan Beli Indonesia yang dicetuskan pada 27 Februari 2011 bersama 504 pengusaha dari 42 kota di Indonesia. Beli Indonesia adalah gerakan membangun karakter bangsa yang membela bangsanya sendiri, yaitu sikap untuk membeli produk bukan dengan alasan lebih baik atau lebih murah, tetapi karena milik bangsa sendiri. Pasalnya, dia prihatin dengan kondisi perekonomian Indonesia yang justru banyak dijajah produk asing. “Semua itu saya lakukan untuk memberi manfaat bagi orang banyak. Karena, saya hanya ingin hidup tenang tanpa dikejar-kejar nafsu untuk memperkaya diri,” kata pengusaha yang hampir selalu pulang kampung dengan helikopter sewaan ini. (*)
Eva Martha Rahayu & Sigit A. Nugroho
sumber : http://swa.co.id/entrepreneur/titik-balik-mantan-debitor-kakap 

Selasa, 04 Februari 2014

Gagal jadi pegawai, Malah jadi JURAGAN sukses

Gagal Jadi Cleaning Service, Malah Jadi Orang Kaya

oleh:
Fathuddin Jafar – Selasa, 3 Rabiul Akhir 1435 H / 4 Februari 2014 14:22 WIB
hartaduniaSeorang pemuda tamatan SMA melamar pekerjaan menjadi cleaning cervices di perusahaan paling kesohor di negaranya. Setelah tes dan wawancara, sang pemuda tadi diberi tahu oleh manager SDM perusahaan tersebut bahwa ia dinyatakan lulus. Manager SDM berkata kepadanya : Terkait dengan kapan Anda mulai bekerja dan apa saja yang akan menjadi kewajiban Anda, nanti akan diinformasikan langsung via email.
Mendengar kata “email” itu, sang pemuda tadi berkata dengan santai : Saya gak punya komputer dan gak punya email pak… Lalu, sang manager SDM kaget sambil berkata : Hari gini Anda gak punya email? Yang gak punya email berarti ia mati dan orang mati tidak berhak bekerja. Kalau begitu, Anda dinyatakan gagal. Mendengar ucapan tersebut pemuda yang tadinya terlihat gesit dan semangat itu, tiba-tiba lemas dan terlihat amat kesal bercampur kecewa. Mukanya jadi lesu dan pandangannya jadi ngambang.
Tak lama kemudian, ia pulang sambil menelan kepedihan dalam hati yang tak terhingga. Pupus sudah impian dan cita-citanya untuk bekerja di perusahaan besar itu, hanya gara-gara tidak memiliki saluran komunikasi maya yang bernama “email”.
Dalam perjalanan pulang menuju rumah, sang pemuda itu berfikir dan merenung dalam-dalam apa kira-kira pekerjaan yang mungkin lagi ia lamar. Bekal hidup semakin hari semakin menipis dan bahkan uang yang dimilikinya tak lebih dari 100 ribu rupiah. Ia mulai menimbang dan berkalkulasi. Dalam hatinya berkata : Kalau uang tersebut dijadikan biaya transportasi melamar pekerjaan dan untuk keperluan makanan, paling hanya cukup untuk tiga hari. Tiga hari itu tentulah tidak cukup waktu untuk melamar dan menunggu hasil tesnya. Itupun kalau lulus. Kalau tidak? Yang terjadi adalah, bekal habis, pekerjaanpun tidak dapat.
Setelah berfikir panjang dan merenung dalam-dalam, terbetik dalam hati kecil sang pemuda itu untuk merubah haluan pikirannya, yakni dari mencari kerja menjadi pedagang. Trauma ditolak menjadi kariawan hanya gara-gara tidak punya email, membuat pemuda tersebut semakin kuat dorongannya untuk mencoba berdagang. Bukan hanya banting ster pemikiran, arah jalanpun ia putar dari menuju rumah menjadi menuju pasar.
Setelah keputusan itu diambilnya dengan mantap, ia turun dari kendraan umum yang mengarah ke tempat tinggalnya dan naik kendraan umum lain yang menuju pasar sayur-sayuran dan buah-buahan. Sesampaianya di pasar yang tergolong paling crowded dan becek itu, ia berfikir lagi apa gerangan yang paling pas ia dagangkan dengan modal 75 ribu rupiah sehingga sisanya yang 25 ribu rupiah lagi bisa ia pakai dan manfaatkan untuk transportasi dan biaya makan paling tidak untuk satu hari.
Sebelum memutuskan membeli barang dagangannya, ia berkeliling ke semua pojok dan kios perdagan buah-buahan dan sayur-sayuran yang ada di pasar itu. Tak kurang dua jam lamanya ia berkeliling ke sana dan kemari. Dalam hatinya timbul pertanyaan: pasar sebesar ini, masak brang-barangnya tidak terlalu banyak sehingga sulit melakukan pilihan. Apalagi sayur-sayuran yang ada terlihat tidak terlalu segar.
Melihat kondisi seperti itu ia memberanikan diri bertanya pada seorang pedagang yang sedang duduk-duduk sambil menikmati secangkir kopi di kiosnya : Pak? Mau tanya, ucap anak muda itu. Kalau mau cari buah-buahan atau sayur-sayuran yang segar di sebelah mana ya? Bapak berumur setengah baya itu dengan gembira menjawabnya : Begini dek.. sekarangkan sudah sore.
Buah-buahan dan sayur-sayuran yang segar sudah habis sejak tadi siang. Kalau adik mau yang segar dan baru, nanti malam sekitar jam 23.00 datang lagi. Para pedgang besar dan supplier biasanya datang membawa barang dagangannya ke sini jam segitu. Nanti kamu bisa pilih sepuasnya…
Mendengar keterangan si bapak pemilik kios itu, anak muda itu menghadapi masalah pelik baru, yakni antara menunggu atau pulang dulu ke rumah, nanti jam 23.00 malam baru datang lagi. Menunggu bukanlah pekerjaan yang mudah. Pulang juga bukan pilihan yang baik, karena akan memakan ongkos yang cukup lumayan dan sudah pasti mengurangi modal yang ada. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk menunggu sampai jam 23.00 di mana suasana pasar akan berubah 180 derajat dari suasana yang dilihatnya saat itu.
Sambil menunggu waktu perdagangan malam tiba, ia menemukan ide yang cukup bagus, yakni diskusi dengan si bapak pemilik kios tadi seputar hal ihwal perdagangan sayur dan buah-buahan. Tujuannya tak lain, kursus kilat berdagang sayur-sayuran atau buah-buahan. Pemilik kios tersebut dengan ramah dan senang hati menerima tawaran anak muda itu.
Diskusipun berjalan serius dan terkadang seram, khususnya saat bapak itu bercerita kondisi sulit waktu menghadapi beberapa kali usahanya bangkrut sehinga ia dan keluarganya jatuh miskin. Namun, kata bapak itu, adik jangan takut karena bersama kesulitan, pasti ada kemudahan. Itu janji Allah, kata bapak tadi, dan bapak merasakannya berkali-kali dalam kehidupan ini. Kesulitan artinya mengundang kemudahan, lanjut bapak tadi. Diskusipun terjadi selama sekitar enam jam, hanya disela shalat magrib dan isya.
Sekarang jarum jam telah menunjukkan angka 23.00. Para pedagang besar muali berdatangan dengan truk-truk yang penuh sesak buah-buahan dan sayur sayuran. Para kuli bongkarpun dengan cekatan dan penuh semangat mengeluarkan barang-barang dari dalam truk-truk besar itu.Tidak sampai dua jam, pasar yang tadinya kosong menjadi tumpukan buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Mendadak saja pasar menjadi sangat ramai oleh kehadiran para pedagang yang datang dari berbagai penjuru kota untuk membeli keperluan dagangan mereka dan dijual kembali esok harinya di warung mereka atau disuplai ke pelanggan-pelanggan mereka.
Tak dirasa anak muda itupun larut dengan suasa yang sangat hidup itu. Rasa capek dan ngantukpun hilang. Ia mulai melihat ke sana ke mari sambil memutuskan jenis barang dagangan apa yang akan ia beli. Tiba-tiba matanya tertuju kepada tumpukan tomat segar dan matang, bening dan berwarna kemerah-merahan yang menumpuk di dalam satu kios yang terletak di blok yang berbeda dengan kios seorang bapak yang menjadi trainer dan teman diskusinya saat menungu waktu perdagangan tiba. Akhirnya anak muda itu memutuskan membeli satu boks tomat matang dan segar itu. Ajaibnya, setelah ia tanya kepada sipedagang, harganya pas sejumlah uang yang telah disiapkannya, yakni 75 ribu rupiah. Satu boks itu berisi 25 kg tomat segar dan berkualitas baik.
Akhirnya anak muda itu membeli satu boks tomat matang segar seharga 75 ribu rupiah. Iap segera pulang sambil mencari omprengan menuju rumahnya. Ia sampai ke rumah pas waktu azan subuh berkumandang. Rasa ngantuk ia lawan sekuat tenaganya. Setelah mandi dan berwudhuk, ia putuskan untk tidak meninggalkan kebiasaannya shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya, kendati belum tidur sama sekali. Setelah shalat jamaah selesai, seperti biasa, ia membaca dzikir yang disunnahkan Rasul Saw. Setelah itu ia larut dalam doa’. Di antaranya :
Yaa Allah! Engkau Maha Tahu dan hamba tidak tahu sama sekali mana yang lebih baik buat dunia hamba, agama dan akhirat hamba. Jika berdagang ini lebih baik bagi hamba, agama dan akhirat hamba, maka mudahkanlah dan mohon diberkahi, yaa Arhamarrahimiin…
Saat pulang dari masjid menuju rumah, kalkulasi dan feeling bisnisnya mulai tumbuh. Dalam hatinya berkata : 75 ribu rupiah, dibagi 25 kg sama dengan 3 ribu rupaih perkilogramnya. Agar aku tahu harganya di tingkat eceran, aku harus mengecek berapa harga tomat di warung dekat rumahku. Setelah ditanya, pemilik warung itu menjelaskan harganya 6 ribu rupiah perkilogramnya. Mendengar jawaban si pemilik warung itu, ia berkata dalam hatinya : Kalau satu boks tomat yang aku beli tadi malam habis terjual semuanya hari ini, wah… aku bisa dapat keuntungan 100 % dong? Dibeli 3 ribu rupiah dan dijual 6 ribu rupiah perkilonya. Kalau saja aku berjualan 6 hari sepekan berarti sebulan 24 hari. Kalau sehari aku dapat keuntungan 75 ribu rupiah, berarti dalam sebulan aku bisa dapat keuntungan satu juta delapan ratus ribu rupiah. Artinya, dalam sebulan aku mendapat keuntungan 2.400 %. Subhanallah…
Begitulah hitung-hitungan bisnis mulai tumbuh dan berkembang dalam benak anak muda itu. Agar tidak buang-buang waktu, ia segera mengambil sepeda bututnya untuk dijadikan kendraan kelilingnya di daerah tempat tinggalnya sambil membawa satu boks tomat segar dagangannya.
Dengan mengucap basmalah dan penuh tawakkal pada Allah, ia mendayungkan sepedanya sambil berteriak : Tomat segaaarr… ibu-ibu tak perlu jauh-jauh ke warung membelinya… kualitas barangnya terjamin…. Harganya bersaing…. Hampir setiap ibu-ibu mendengar suara aneh itu membuka pintunya dan membeli tomatnya, ada yang seperempat kilo, ada yang setengah kilo dan bahkan ada yang dua kilo.
Di antara para pembeli tomatnya ada seorang ibu yang kaget terheran-heran sambil berkata : Eh? Kamukan anak si Fulan? Bukannya kamu lulus menjadi kariawan perusahaan ternama itu? Kok sekarang malah menjadi pedagang tomat asongan? Kasiaan deh kamu? Anak muda itu tak menjawab pertanyaan ibu itu. Ia hanya tersenyum saja. Dalam hatinya berkata, yang penting aku dapat uang, dari kerja kek, dari dagang keliling kek, yang penting halal dan cukup buat kebutuhan hidupku dan orang tuaku..
Tak terasa anak muda itu berhasil menjual semua barang dagangannya hanya dalam tempo tiga jam saja. Hatinya gembira tak terkira. Artinya, sekitar jam 09.00 pagi dagangannya sudah habis terjual dan ia mendapat keuntungan 75 ribu rupiah, artinya untungnya seratus persen. Semangat bisnisnya semakin meningkat. Tawakkalnya pada Allah semakin besar.
Begitulah kegiatan anak muda itu setiap hari, setiap pekan dan setiap bulan. Uangnya tak terasa semakin banyak. Bahkan usahanya sudah merambah ke berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Hanya dalam tiga tahun, ia sudah bisa membeli tiga mobil niaga yang digunakan mengirim dagangannya ke berbagai warung dan super market karena ia sudah menjadi supplier handal.
Bersamaan dengan pertumbuhan bisnisnya, tawakkalanya pada Allah semakin tebal. Keyakinannya pada Rasul Saw. semakin besar, sambil berkata dalam hatinya :
Sungguh benar Engkau wahai Rasulullah tercinta, bahwa pintu rezki yang lapang itu ada pada perdagangan, bukan pada kerja dan jadi kariawan.
Sambil meneteskan air mata syukur, ia berkata :
Yaa Robb… sekiranya aku dulu punya “email”, aku diterima jadi clearning cervices di perusahaan besar itu. Paling gajiku standar UMR, alias satu koma dua juta. Itupun setelah beberpa tahun bekerja.
Sekarang, omset bisnisku sehari hampir 10 kali lipat gajiku sebulan… Yaa Allah…Ini adalah cobaan terbesar dalam hidupku apakah aku jadi hamba-Mu yang bersyukur atau kufur. Karena itu, jadikanlah aku hamba-Mu yang bersyukur dan masukkanlah aku ke dalam hamba-hamba-Mu yang saleh.. Aamiiina yaa Robbal ‘alamin…
sumber : http://www.eramuslim.com/hikmah/tafakur/gagal-jadi-cleaning-service-malah-jadi-orang-kaya.htm#.UvJXmPsdBLV 

Rabu, 04 Desember 2013

Heppy Trenggono -Riba Itu Masalah Mentalitas-



Heppy Trenggono: “Riba Itu Masalah Mentalitas”
Selasa, 24 Januari 2012 - 09:27 WIB
Riba hanya akan menghilangkan keberkahan dalam berbisnis.
UTANG dalam dunia bisnis menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Utang bisa menjadi stimulus untuk mengembangkan bisnis pengusaha. Utang bisa juga menjerat pengusaha kepada kebangkrutan.
Menurut Heppy Trenggono, CEO United Balimuda Corp, berutang boleh-boleh saja untuk pengembangan bisnis. “Utang itu bukan tidak boleh di dalam bisnis, boleh-boleh saja sepanjang itu utang yang baik yang akan menjadi leverage (pengungkit) untuk bisnis kita. Utang itu akan membuat bisnis kita lebih besar dan kita lebih kaya dari sebelumnya,” jelas Heppy.
Namun, lelaki kelahiran Batang, 29 November 1966 ini berpesan agar pebisnis tidak sembarangan untuk berutang. Ia berharap, bagi pebisnis, lebih-lebih pebisnis Muslim agar tidak berutang yang mengandung unsur riba. Sebab, riba tak akan membawa kepada kesuksesan.
Pesan yang Heppy sampaikan ini bukanlah asal bunyi. Ia sempat merasakan bisnisnya bangkrut karena terlilit utang hingga Rp 62 miliar. Bisnis Heppy kembali bangkit setelah ia meninggalkan riba. Bahkan, utang yang miliaran rupiah itu berhasil ia lunasi.
“Spirit riba itu adalah keserakahan, bukan memberi pertolongan. Karenanya tidak ada keberkahan,” tegas lelaki yang juga menjabat Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) ini.
Heppy bersyukur mengalami titik balik dari kenistaan menuju keberkahan. Sebagai tanda syukur, ia gencar mengkampanyekan gerakan anti riba ke berbagai tempat. Selain itu, kini Heppy juga gencar mengkampanyekan gerakan “Beli Indonesia”, sebuah gerakan pembelaan terhadap produk-produk Indonesia.
Berikut wawancara Heppy Trenggono dengan tim wartawan majalah Suara Hidayatullah.
Apa yang Anda pahami tentang konsep bisnis Islam?
Bisnis islami, adalah sebuah semangat membangun ekonomi dengan meyakini sepenuhnya bahwa sukses hanya akan bisa diraih jika dalam membangun bisnis kita mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejauhmana penguasaan para pengusaha Muslim dalam pasar dunia Islam?
Ketika berbicara tentang pasar dan dihubungkan dengan nilai ke-islaman, di sana ada 3 jenis pasar. Pertama, pasar halal. Pasar halal adalah pasar yang menginginkan segala sesuatu yang halal, pasar ini menyerap transaksi sebesar US$ 2,1 triliun per tahun, dengan pertumbuhan US$ 500 miliar per tahun.
Kedua, pasar Muslim. Pasar Muslim menyerap transaksi yang jauh lebih besar dari pasar halal, dimana pasar Muslim adalah seluruh umat Islam baik yang menuntut kehalalan maupun yang tidak. Jumlah umat Muslim di dunia 1.57 miliar orang dan tumbuh 2.9 persen setiap tahun. Ketiga, pasar dunia. Adalah jumlah pasar terbuka yang ada di dunia.
Penguasaan pengusaha Muslim di Indonesia dan di seluruh dunia pada pasar halal hari ini sangat kecil. Nestle adalah perusahaan yang paling besar menguasai pasar halal di dunia dengan nilai transaksi sekitar US$ 5.32 miliar per tahun.
Itu data tentang penguasaan pasar halal, apalagi berbicara tentang pasar Muslim dan pasar dunia, pengusaha Muslim harus bangkit dan tampil secara nyata dalam kancah ekonomi!
Kekayaan alam yang berlimpah dan berpotensi menjadi kekuatan ekonomi dunia, mengapa masih jauh tertinggal?
Saya melihat saat ini Indonesia tengah menghadapi dua persoalan besar. Pertama, lake of entrepreneurship. Atau Indonesia kekurangan wirausaha. Hal ini berkaitan dengan kurangnya mentalitas berwirausaha. Bagaimana mau membangun sektor swasta jika pemimpin kita tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Nah, ini sebabnya pengusaha kita sangat sedikit.
Kedua, kita lemah dalam penguasaan pasar yang merupakan pasar kita sendiri. Di Indonesia, sebelum free trade (pasar bebas) sudah dikuasai oleh asing. Tekstil, farmasi 80 persen asing, dan teknologi 92 persen asing. Semua sektor dikuasai asing.
Artinya, masyarakat Indonesia tidak menggunakan produk yang diciptakan sendiri. Seluruh konsep ekonomi tidak akan ada artinya kalau bangsa Indonesia tidak menggunakan produknya sendiri.
Lihat China, mereka luar biasa. Mereka menggunakan produknya sendiri. Seluruh bangsa di dunia menggunakan dan membela produk dalam negeri. Indonesia baru berbicara cinta, cintailah produk dalam negeri.
Bagaimana dengan faktor kepemimpinan, apakah memiliki pengaruh juga?
Entrepreneurship dan leadership tidak bisa dipisahkan. Tanpa leadership tak akan muncul entrepreneurship. Pemimpin kita tak memiliki jiwa wirausaha. Pernah ada salah satu kabupaten di Indonesia yang mengikuti pameran internasional tentang bisnis di China.
Mereka hanya menampilkan foto-foto bupati beserta wakilnya, bahkan ada yang saat naik speedboat. Mereka sama sekali tidak memamerkan barang dagangan. Kenapa itu terjadi? Karena mereka tak mempunyai konsep tentang entrepreneurship.
Mereka tidak tahu kalau hidup ini adalah jualan. Makanya jangan heran meski negara kita kaya dari sisi sumber daya alam, tapi tidak membuat kaya rakyatnya, malah orang lain yang dibuat kaya.
Seberapa penting penguasaan ekonomi dalam membangun peradaban Islam?
Kehidupan ini hakikatnya adalah percaturan ekonomi, jika kita tidak merdeka secara ekonomi kemungkinan besar kita tidak merdeka dalam kehidupan. Lihatlah betapa banyaknya negara Islam tersandera oleh kekuatan asing karena mereka tidak merdeka secara ekonomi.
Anda katakan bahwa Indonesia kekurangan pengusaha. Berapa idealnya jumlah pengusaha di Indonesia?
Idealnya ya paling sedikit 2 persen dari jumlah penduduk. Lihat Singapura yang memiliki 9 persen , China 9 persen, Amerika Serikat 11 persen jumlah pengusahanya. Sekarang ini Indonesia baru memiliki pengusaha 0,18 persen.
Kita masih berkutat pada persoalan, apakah kita negara maritim atau agraris. Anda mau negara maritim mesti entrepreneurship, mau negara agraris mesti entrerpreneurship, dan mau jadi negara teknologi mesti ada entrepreneurship.
Bisakah kita mengurangi dominasi asing?
Bisa berawal dari asing yang masuk dulu atau dari kita (Indonesia) yang tidak benar. Ini kan tidak jelas. Selama ini kita berharap kepada pemegang otoritas, tolong dong dibendung impor. Kita punya beras, eh kita impor beras juga. Ya matilah petani-petani kita.
Asing boleh ada di Indonesia, barang-barang asing boleh tetap dipasarkan di Indonesia, tapi keputusan membeli tetap ada di tangan manusia Indonesia. Nah, sekarang ini tugas kita bagaimana membangun sikap pembelaan.
Kalau masyarakat sudah terbangun sikap pembelaan dan yang kita cari hanya produk Indonesia, maka dengan sendirinya produk-produk Indonesia bakal bermunculan. Ujung-ujungnya keuangan orang Indonesia akan segera kuat, keuangan dan perekonomian pemerintah Indonesia akan kuat.
Apakah konsep “Beli Indonesia” yang digagas IIBF sebagai upaya menggusur dominasi asing?
“Beli Indonesia” adalah sebuah konsep untuk membangun karakter berupa jatidiri pembelaan terhadap produk Indonesia. Bangsa Indonesia harus sadar sebagai bangsa yang besar, sebagai bangsa bermartabat.
Selanjutnya kita harus menumbuhkan keyakinan bahwa Indonesia juga bisa besar. Singapura bisa 300 miliar dolar ekspornya, kok Indonesia hanya 15o miliar dolar. Seharusnya, Indonesia bisa 10 kali lipat jumlah ekspornya dibanding Singapura. Keyakinan inilah yang harus dibangun.
Kita harus optimis. Membangun karakter adalah membangun seseorang untuk melakukan sesuatu.
Coba kita lihat orang Yahudi. Di mana pun orang Yahudi berada pantangan bagi mereka untuk membeli produk orang yang bukan Yahudi. Mereka memiliki karakter, jatidiri dan pembelaannya sangat luar biasa. Karakter seperti inilah yang hilang di Indonesia.
Kenapa bukan “Beli Islam” saja?
Wajah Indonesia merupakan wajah Islam. Karena Indonesia adalah bangsa yang mayoritas berpenduduk Muslim. Hari ini umat Islam tidak menunjukkan karakternya. Karakter Muslim itu Rahmatan lil ‘alamin! Ini yang harus kita bangkitkan. Sebagai Muslim kita seharusnya memimpin negeri ini.
Tapi faktanya produk-produk asing itu lebih berkualitas bahkan lebih murah dari produk Indonesia?
Kalau karakter pembelaan terhadap produk Indonesia sudah terbangun, maka kita tidak lagi berpikir untuk membeli produk orang lain, meski produknya lebih unggul atau lebih murah dari produk kita.
Masalah peningkatan kualitas produk, itu hanya pada persoalan proses saja. China saja tidak langsung mampu menciptakan produk-produk berkualitas. Mereka butuh puluhan tahun untuk perbaikan-perbaikan.
“Beli Indonesia” buat saya bukan hanya sekadar membangun ekonomi, tetapi membangun karakter unggul bangsa Indonesia.
Banyak umat Islam yang tidak berpikir menjadi pengusaha, padahal Rasulullah dan para sahabat sebagian besar adalah pengusaha. Apa penyebabnya?Paradigma bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang hanya di masjid merupakan paradigma yang harus dikikis. Seolah-olah kalau takwa tidak kaya, kalau kaya pasti tidak takwa adalah sebuah kekeliruan paradigma berpikir. Pertanyaan sesungguhnya, mungkinkah kita kaya kalau tidak bertakwa?
Karakter apa yang harus dimiliki seorang pebisnis?
Bisnis bukan sekadar ilmu ekonomi, namun lebih dari itu, bisnis adalah ilmu kehidupan. Dengan berbisnis seseorang dapat menempa dirinya menguasai ilmu-ilmu kehidupan. Menjadi pebisnis harus sabar, pebisnis yang tidak sabar dan hanya menggunakan nafsunya akan hancur.
Ulet, tekun, bekerja keras, bersikap baik kepada orang lain dan karyawan, yakin, dan sebagainya adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pebisnis dan merupakan sifat unggul yang Allah sukai.
Calon pengusaha Muslim kadang bingung untuk memulai bisnis. Bagaimana tips Anda untuk memulai sebuah bisnis baru?
Think big, start small, grow fast! Berpikir besar, tetapi mulailah dari yang kecil. Membangun bisnis adalah membangun kompetensi, dan membangun kompetensi membutuhkan waktu. Semangat saja tidak cukup, kita harus sabar menjalani apa yang kita cita–citakan setahap demi setahap.
Wahyu kepada Rasulullah diturunkan tidak sekaligus, demikian juga pemahaman tentang bisnis tidak akan didapat dalam waktu sekejap. Untuk itu, mulailah dari yang kecil, hindari berutang ketika baru memulai, jangan gunakan kartu kredit, dan yang paling penting miliki mentor yang bersedia membimbing kita dalam menjalani usaha, dan bergaullah dengan orang-orang yang telah sukses berbisnis.
Seperti apa peran IIBF membina para pengusaha Muslim?
Strategi besar IIBF adalah menciptakan pengusaha yang pejuang sebanyak mungkin. Target awal kami yakni membidik para pengusaha besar yang telah bangkrut. Mereka kami bina, lalu nantinya para pengusaha itu yang akan membina calon pengusaha atau pengusaha-pengusaha kecil.
Ada tiga bidikan kami. Pertama, para pengusaha yang sudah jadi. Kedua, para calon pengusaha, yakni kami bina sejak mahasiswa ataupun saat mereka berusia SMA. Ketiga adalah pemerintah.
IIBF selalu menekankan agar pengusaha Muslim menghindari riba atau berutang dalam berbisnis…
Riba merupakan hal yang dilarang oleh Allah. Sebagai pengusaha Muslim tentu harus menghindarinya. Riba menghilangkan keberkahan dalam berbisnis. Selain menghindari riba, kita terapkan sedekah. Di dalam ekonomi riba itu seperti jantung. Kalau ini tidak diberesi, maka yang lain rusak. Riba merupakan masalah mentalitas. Makanya riba menjadi perhatian IIBF.
Tidak ada di IIBF orang yang berbicara membenarkan riba. Orang yang bergabung di IIBF merupakan orang-orang yang berhijrah. Mereka meyakini bila meninggalkan riba merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam berbisnis. Bahkan orang non-Muslim yang bergabung di IIBF ikut meyakini.
Bukankah pinjaman modal usaha (utang) itu bisa untuk mengembangkan bisnis?
Pinjaman usaha atau utang memang bisa mengembangkan bisnis, tapi bila tidak terkontrol bisa membangkrutkan usaha. Banyak pengusaha terjebak utang, bahkan terseret dalam kebangkrutan. Utang itu ilusi kekayaan. Mandeknya perekonomian Indonesia juga disebabkan karena utang.
Sekarang ini mudah sekali seseorang untuk berutang. Lihatlah fenomena kartu kredit. Ribuan orang di Indonesia itu terjerat kartu kredit. Bahkan ada ‘promotor’ yang mengatakan utang itu merupakan kemuliaan. Hanya di Indonesia orang-orang begitu mudah mendapat kartu kredit.
Bagaimana jika berutang dengan sistem syariah?
Seharusnya dalam berbisnis pengusaha Muslim mematuhi nilai-nilai syariah, termasuk jika harus berutang. Ada tiga kesalahan besar pengusaha melihat bisnis syariah atau riba hari ini. Pertama, banyak pengusaha menganggap syariah itu sebagai sebuah pilihan. Kedua, pengusaha menganggap riba tidak bisa dihindari saat ini. Ketiga, kita akan komit meninggalkan riba jika bisnis kita sudah sukses.Lalu, bagaimana dengan pengusaha yang sudah terjerat utang riba ?
Yang pertama harus dilakukan adalah niat yang kuat untuk segera melunasinya. Orang yang bersungguh-sungguh melunasi utang akan dimudahkan Allah. Bahkan akan segera bangkit dengan kekayaan yang lebih berlimpah dari sebelumnya.
Selanjutnya, ketika proses pelunasan utang itu, jangan sampai melupakan sedekah. Sedekah bukanlah dari orang kaya kepada orang miskin, tetapi dari orang yang mau kepada orang yang membutuhkan. Karena itu, al- Qur`an menggunakan istilah lapang dan sempit untuk orang yang mau bersedekah dan menafkahkan harta. *

Heppy Trenggono: “Riba Itu Masalah Mentalitas”



Heppy Trenggono: “Riba Itu Masalah Mentalitas”
Selasa, 24 Januari 2012 - 09:27 WIB
Riba hanya akan menghilangkan keberkahan dalam berbisnis
http://iklan.hidayatullah.com/www/delivery/lg.php?bannerid=69&campaignid=3&zoneid=5&loc=http%3A%2F%2Fwww.hidayatullah.com%2Fread%2F20799%2F24%2F01%2F2012%2Fheppy-trenggono%253A-%25E2%2580%259Criba-itu-masalah-mentalitas%25E2%2580%259D.html&cb=652b4506e4
UTANG dalam dunia bisnis menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Utang bisa menjadi stimulus untuk mengembangkan bisnis pengusaha. Utang bisa juga menjerat pengusaha kepada kebangkrutan.
Menurut Heppy Trenggono, CEO United Balimuda Corp, berutang boleh-boleh saja untuk pengembangan bisnis. “Utang itu bukan tidak boleh di dalam bisnis, boleh-boleh saja sepanjang itu utang yang baik yang akan menjadi leverage (pengungkit) untuk bisnis kita. Utang itu akan membuat bisnis kita lebih besar dan kita lebih kaya dari sebelumnya,” jelas Heppy.
Namun, lelaki kelahiran Batang, 29 November 1966 ini berpesan agar pebisnis tidak sembarangan untuk berutang. Ia berharap, bagi pebisnis, lebih-lebih pebisnis Muslim agar tidak berutang yang mengandung unsur riba. Sebab, riba tak akan membawa kepada kesuksesan.
Pesan yang Heppy sampaikan ini bukanlah asal bunyi. Ia sempat merasakan bisnisnya bangkrut karena terlilit utang hingga Rp 62 miliar. Bisnis Heppy kembali bangkit setelah ia meninggalkan riba. Bahkan, utang yang miliaran rupiah itu berhasil ia lunasi.
“Spirit riba itu adalah keserakahan, bukan memberi pertolongan. Karenanya tidak ada keberkahan,” tegas lelaki yang juga menjabat Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) ini.
Heppy bersyukur mengalami titik balik dari kenistaan menuju keberkahan. Sebagai tanda syukur, ia gencar mengkampanyekan gerakan anti riba ke berbagai tempat. Selain itu, kini Heppy juga gencar mengkampanyekan gerakan “Beli Indonesia”, sebuah gerakan pembelaan terhadap produk-produk Indonesia.
Berikut wawancara Heppy Trenggono dengan tim wartawan majalah Suara Hidayatullah.
Apa yang Anda pahami tentang konsep bisnis Islam?
Bisnis islami, adalah sebuah semangat membangun ekonomi dengan meyakini sepenuhnya bahwa sukses hanya akan bisa diraih jika dalam membangun bisnis kita mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejauhmana penguasaan para pengusaha Muslim dalam pasar dunia Islam?
Ketika berbicara tentang pasar dan dihubungkan dengan nilai ke-islaman, di sana ada 3 jenis pasar. Pertama, pasar halal. Pasar halal adalah pasar yang menginginkan segala sesuatu yang halal, pasar ini menyerap transaksi sebesar US$ 2,1 triliun per tahun, dengan pertumbuhan US$ 500 miliar per tahun.
Kedua, pasar Muslim. Pasar Muslim menyerap transaksi yang jauh lebih besar dari pasar halal, dimana pasar Muslim adalah seluruh umat Islam baik yang menuntut kehalalan maupun yang tidak. Jumlah umat Muslim di dunia 1.57 miliar orang dan tumbuh 2.9 persen setiap tahun. Ketiga, pasar dunia. Adalah jumlah pasar terbuka yang ada di dunia.
Penguasaan pengusaha Muslim di Indonesia dan di seluruh dunia pada pasar halal hari ini sangat kecil. Nestle adalah perusahaan yang paling besar menguasai pasar halal di dunia dengan nilai transaksi sekitar US$ 5.32 miliar per tahun.
Itu data tentang penguasaan pasar halal, apalagi berbicara tentang pasar Muslim dan pasar dunia, pengusaha Muslim harus bangkit dan tampil secara nyata dalam kancah ekonomi!
Kekayaan alam yang berlimpah dan berpotensi menjadi kekuatan ekonomi dunia, mengapa masih jauh tertinggal?
Saya melihat saat ini Indonesia tengah menghadapi dua persoalan besar. Pertama, lake of entrepreneurship. Atau Indonesia kekurangan wirausaha. Hal ini berkaitan dengan kurangnya mentalitas berwirausaha. Bagaimana mau membangun sektor swasta jika pemimpin kita tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Nah, ini sebabnya pengusaha kita sangat sedikit.
Kedua, kita lemah dalam penguasaan pasar yang merupakan pasar kita sendiri. Di Indonesia, sebelum free trade (pasar bebas) sudah dikuasai oleh asing. Tekstil, farmasi 80 persen asing, dan teknologi 92 persen asing. Semua sektor dikuasai asing.
Artinya, masyarakat Indonesia tidak menggunakan produk yang diciptakan sendiri. Seluruh konsep ekonomi tidak akan ada artinya kalau bangsa Indonesia tidak menggunakan produknya sendiri.
Lihat China, mereka luar biasa. Mereka menggunakan produknya sendiri. Seluruh bangsa di dunia menggunakan dan membela produk dalam negeri. Indonesia baru berbicara cinta, cintailah produk dalam negeri.
Bagaimana dengan faktor kepemimpinan, apakah memiliki pengaruh juga?
Entrepreneurship dan leadership tidak bisa dipisahkan. Tanpa leadership tak akan muncul entrepreneurship. Pemimpin kita tak memiliki jiwa wirausaha. Pernah ada salah satu kabupaten di Indonesia yang mengikuti pameran internasional tentang bisnis di China.
Mereka hanya menampilkan foto-foto bupati beserta wakilnya, bahkan ada yang saat naik speedboat. Mereka sama sekali tidak memamerkan barang dagangan. Kenapa itu terjadi? Karena mereka tak mempunyai konsep tentang entrepreneurship.
Mereka tidak tahu kalau hidup ini adalah jualan. Makanya jangan heran meski negara kita kaya dari sisi sumber daya alam, tapi tidak membuat kaya rakyatnya, malah orang lain yang dibuat kaya.
Seberapa penting penguasaan ekonomi dalam membangun peradaban Islam?
Kehidupan ini hakikatnya adalah percaturan ekonomi, jika kita tidak merdeka secara ekonomi kemungkinan besar kita tidak merdeka dalam kehidupan. Lihatlah betapa banyaknya negara Islam tersandera oleh kekuatan asing karena mereka tidak merdeka secara ekonomi.
Anda katakan bahwa Indonesia kekurangan pengusaha. Berapa idealnya jumlah pengusaha di Indonesia?
Idealnya ya paling sedikit 2 persen dari jumlah penduduk. Lihat Singapura yang memiliki 9 persen , China 9 persen, Amerika Serikat 11 persen jumlah pengusahanya. Sekarang ini Indonesia baru memiliki pengusaha 0,18 persen.
Kita masih berkutat pada persoalan, apakah kita negara maritim atau agraris. Anda mau negara maritim mesti entrepreneurship, mau negara agraris mesti entrerpreneurship, dan mau jadi negara teknologi mesti ada entrepreneurship.
Bisakah kita mengurangi dominasi asing?
Bisa berawal dari asing yang masuk dulu atau dari kita (Indonesia) yang tidak benar. Ini kan tidak jelas. Selama ini kita berharap kepada pemegang otoritas, tolong dong dibendung impor. Kita punya beras, eh kita impor beras juga. Ya matilah petani-petani kita.
Asing boleh ada di Indonesia, barang-barang asing boleh tetap dipasarkan di Indonesia, tapi keputusan membeli tetap ada di tangan manusia Indonesia. Nah, sekarang ini tugas kita bagaimana membangun sikap pembelaan.
Kalau masyarakat sudah terbangun sikap pembelaan dan yang kita cari hanya produk Indonesia, maka dengan sendirinya produk-produk Indonesia bakal bermunculan. Ujung-ujungnya keuangan orang Indonesia akan segera kuat, keuangan dan perekonomian pemerintah Indonesia akan kuat.
Apakah konsep “Beli Indonesia” yang digagas IIBF sebagai upaya menggusur dominasi asing?
“Beli Indonesia” adalah sebuah konsep untuk membangun karakter berupa jatidiri pembelaan terhadap produk Indonesia. Bangsa Indonesia harus sadar sebagai bangsa yang besar, sebagai bangsa bermartabat.
Selanjutnya kita harus menumbuhkan keyakinan bahwa Indonesia juga bisa besar. Singapura bisa 300 miliar dolar ekspornya, kok Indonesia hanya 15o miliar dolar. Seharusnya, Indonesia bisa 10 kali lipat jumlah ekspornya dibanding Singapura. Keyakinan inilah yang harus dibangun.
Kita harus optimis. Membangun karakter adalah membangun seseorang untuk melakukan sesuatu.
Coba kita lihat orang Yahudi. Di mana pun orang Yahudi berada pantangan bagi mereka untuk membeli produk orang yang bukan Yahudi. Mereka memiliki karakter, jatidiri dan pembelaannya sangat luar biasa. Karakter seperti inilah yang hilang di Indonesia.
Kenapa bukan “Beli Islam” saja?
Wajah Indonesia merupakan wajah Islam. Karena Indonesia adalah bangsa yang mayoritas berpenduduk Muslim. Hari ini umat Islam tidak menunjukkan karakternya. Karakter Muslim itu Rahmatan lil ‘alamin! Ini yang harus kita bangkitkan. Sebagai Muslim kita seharusnya memimpin negeri ini.
Tapi faktanya produk-produk asing itu lebih berkualitas bahkan lebih murah dari produk Indonesia?
Kalau karakter pembelaan terhadap produk Indonesia sudah terbangun, maka kita tidak lagi berpikir untuk membeli produk orang lain, meski produknya lebih unggul atau lebih murah dari produk kita.
Masalah peningkatan kualitas produk, itu hanya pada persoalan proses saja. China saja tidak langsung mampu menciptakan produk-produk berkualitas. Mereka butuh puluhan tahun untuk perbaikan-perbaikan.
“Beli Indonesia” buat saya bukan hanya sekadar membangun ekonomi, tetapi membangun karakter unggul bangsa Indonesia.
Banyak umat Islam yang tidak berpikir menjadi pengusaha, padahal Rasulullah dan para sahabat sebagian besar adalah pengusaha. Apa penyebabnya?Paradigma bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang hanya di masjid merupakan paradigma yang harus dikikis. Seolah-olah kalau takwa tidak kaya, kalau kaya pasti tidak takwa adalah sebuah kekeliruan paradigma berpikir. Pertanyaan sesungguhnya, mungkinkah kita kaya kalau tidak bertakwa?
Karakter apa yang harus dimiliki seorang pebisnis?
Bisnis bukan sekadar ilmu ekonomi, namun lebih dari itu, bisnis adalah ilmu kehidupan. Dengan berbisnis seseorang dapat menempa dirinya menguasai ilmu-ilmu kehidupan. Menjadi pebisnis harus sabar, pebisnis yang tidak sabar dan hanya menggunakan nafsunya akan hancur.
Ulet, tekun, bekerja keras, bersikap baik kepada orang lain dan karyawan, yakin, dan sebagainya adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pebisnis dan merupakan sifat unggul yang Allah sukai.
Calon pengusaha Muslim kadang bingung untuk memulai bisnis. Bagaimana tips Anda untuk memulai sebuah bisnis baru?
Think big, start small, grow fast! Berpikir besar, tetapi mulailah dari yang kecil. Membangun bisnis adalah membangun kompetensi, dan membangun kompetensi membutuhkan waktu. Semangat saja tidak cukup, kita harus sabar menjalani apa yang kita cita–citakan setahap demi setahap.
Wahyu kepada Rasulullah diturunkan tidak sekaligus, demikian juga pemahaman tentang bisnis tidak akan didapat dalam waktu sekejap. Untuk itu, mulailah dari yang kecil, hindari berutang ketika baru memulai, jangan gunakan kartu kredit, dan yang paling penting miliki mentor yang bersedia membimbing kita dalam menjalani usaha, dan bergaullah dengan orang-orang yang telah sukses berbisnis.
Seperti apa peran IIBF membina para pengusaha Muslim?
Strategi besar IIBF adalah menciptakan pengusaha yang pejuang sebanyak mungkin. Target awal kami yakni membidik para pengusaha besar yang telah bangkrut. Mereka kami bina, lalu nantinya para pengusaha itu yang akan membina calon pengusaha atau pengusaha-pengusaha kecil.
Ada tiga bidikan kami. Pertama, para pengusaha yang sudah jadi. Kedua, para calon pengusaha, yakni kami bina sejak mahasiswa ataupun saat mereka berusia SMA. Ketiga adalah pemerintah.
IIBF selalu menekankan agar pengusaha Muslim menghindari riba atau berutang dalam berbisnis…
Riba merupakan hal yang dilarang oleh Allah. Sebagai pengusaha Muslim tentu harus menghindarinya. Riba menghilangkan keberkahan dalam berbisnis. Selain menghindari riba, kita terapkan sedekah. Di dalam ekonomi riba itu seperti jantung. Kalau ini tidak diberesi, maka yang lain rusak. Riba merupakan masalah mentalitas. Makanya riba menjadi perhatian IIBF.
Tidak ada di IIBF orang yang berbicara membenarkan riba. Orang yang bergabung di IIBF merupakan orang-orang yang berhijrah. Mereka meyakini bila meninggalkan riba merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam berbisnis. Bahkan orang non-Muslim yang bergabung di IIBF ikut meyakini.
Bukankah pinjaman modal usaha (utang) itu bisa untuk mengembangkan bisnis?
Pinjaman usaha atau utang memang bisa mengembangkan bisnis, tapi bila tidak terkontrol bisa membangkrutkan usaha. Banyak pengusaha terjebak utang, bahkan terseret dalam kebangkrutan. Utang itu ilusi kekayaan. Mandeknya perekonomian Indonesia juga disebabkan karena utang.
Sekarang ini mudah sekali seseorang untuk berutang. Lihatlah fenomena kartu kredit. Ribuan orang di Indonesia itu terjerat kartu kredit. Bahkan ada ‘promotor’ yang mengatakan utang itu merupakan kemuliaan. Hanya di Indonesia orang-orang begitu mudah mendapat kartu kredit.
Bagaimana jika berutang dengan sistem syariah?
Seharusnya dalam berbisnis pengusaha Muslim mematuhi nilai-nilai syariah, termasuk jika harus berutang. Ada tiga kesalahan besar pengusaha melihat bisnis syariah atau riba hari ini. Pertama, banyak pengusaha menganggap syariah itu sebagai sebuah pilihan. Kedua, pengusaha menganggap riba tidak bisa dihindari saat ini. Ketiga, kita akan komit meninggalkan riba jika bisnis kita sudah sukses.Lalu, bagaimana dengan pengusaha yang sudah terjerat utang riba ?
Yang pertama harus dilakukan adalah niat yang kuat untuk segera melunasinya. Orang yang bersungguh-sungguh melunasi utang akan dimudahkan Allah. Bahkan akan segera bangkit dengan kekayaan yang lebih berlimpah dari sebelumnya.
Selanjutnya, ketika proses pelunasan utang itu, jangan sampai melupakan sedekah. Sedekah bukanlah dari orang kaya kepada orang miskin, tetapi dari orang yang mau kepada orang yang membutuhkan. Karena itu, al- Qur`an menggunakan istilah lapang dan sempit untuk orang yang mau bersedekah dan menafkahkan harta. *