Selasa, 07 Mei 2013

Kuliah Bisnis berbasis Pesantren dengan program beasiswa

Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf adalah sebuah pondok pesantren yang bermaksud membekali calon - calon santrinya untuk menjadi ahli di bidang agama untuk bekal sukses di akherat alias masuk syurga sekaligus menjadi pengusaha. Kombinasi karakter seperti shabat Nabi Muhammad SAW yakni Abdurrahman Bin Auf dimana beliau adalah salah seorang sahabat Nabi yang sangat kaya raya dan di jamin masuk syurga. Enak kan? Kaya Raya dan Mati Masuk Syurga? 
Untuk itu yang punya niat  hidup mulia dan mati masuk syurga, silahkan segera daftarkan diri Anda di Pesantren Wirausaha Abdurrahman Bin Auf. 
Tahun ini sedang ada program beasiswa, sehingga santri tidak di kenai biaya alias gratis karena mendapat beasiswa. yang berminat ngacung...! 
sumber : http://www.www.pesantrenwirausaha-aba.net
Siapkan Calon Wirausahawan Muslim PDF Print E-mail
Written by Administrator   
Wednesday, 20 March 2013 00:00
Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, yang berprofesi sebagai pedagang sekaligus pengusaha sukses adalah Abdurrahman bin Auf. Di samping itu, beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat Nabi SAW yang dijamin masuk surga tanpa hisab.
Kelebihan lain dari sosok Abdurrahman bin Auf, beliau adalah pribadi yang suka bekerja keras serta berjiwa dermawan. Itulah yang melatarbelakangi dipakainya nama Abdurrahman bin Auf sebagai nama untuk pesantren yang ingin melahirkan wirausahawan muslim pada tiga belas tahun silam.
Berlokasi di dukuh Tlangu, desa Bulan, Kecamatan Wonosari, Klaten pesantren yang biasa disebut dengan Perwira AbA tersebut hingga tahun 2013 telah meluluskan 195 orang alumni santri reguler dan ribuan peserta pelatihan kewirausahaan di berbagai tempat. Tahun 2012-2013 ini Perwira AbA mendidik 24 orang santri dengan program pendidikan bea siswa penuh selama satu tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan di Perwira AbA selama setahun, para santri diharapkan telah memiliki kemampuan men-terjemahkan Al Qur’an per kata, memiliki ketrampilan praktis untuk hidup mandiri serta menjadi seorang muslim yang memiliki kepribadian Islami.
Berawal dari keinginan sebuah keluarga yang bernaung dalam Yayasan Amalul Muzaki pada per-tengahan tahun 1999 disusunlah konsep sebuah pesantren yang memadukan model pendidikan kepesantrenan dan sekolah ke-wirausahaan modern. Konsep pesantren yang telah tersusun kemudian direalisasikan dengan dibangunnya sarana dan pra-sarana yang memadai untuk berdirinya sebuah pesantren wira-usaha dengan basis agrobisnis. Pada awal tahun 2000 selesailah proses pembangunan pesantren dan mulailah dilakukan perekrutan santri.
Ketika mulai menapaki perjalan-nya, Perwira AbA tidaklah luput dari berbagai ujian dan kendala. Beberapa unit usaha yang menjadi icon agribisnis dan diharapkan dapat memberikan pemasukan bagi operasional pesantren, ternyata menghadapi berbagai kendala. Barulah setelah lima tahun berjalan, mulai ditemukan jenis usaha yang dapat diandalkan dan yang akan dipertahankan sebagai icon jenis usaha yang dikembangkan di pesantren ini. [indi]

Minggu, 05 Mei 2013

Sesendok Garam itu asin tapi Sekapal Garam itu Manis

Fadel Muhammad: Sesendok Garam Itu Asin Tapi Sekapal Garam Adalah Manis

Fadel Muhammad
Sebelum saya menceritakan tentang sosok menarik Fadel Muhammad dalam post ini, saya ingin memberikan overview sedikit tentang penulisnya, Rhenald Kasali. Siapa yang tidak kenal dengan sosok profesor ekonomi yang satu ini? Hem, saya yakin sebagian besar dari Anda pasti sudah pernah kenal atau minimal pernah dengar nama ini, benar?

Saya beruntung dalam sebuah kesempatan pernah bertemu dengan Rhenald Kasali sewaktu awal tahun 2009 lalu beliau diundang jadi pembicara di perusahaan saya. Saya beruntung jadi tahu dan mengenal sosok beliau dengan lebih dekat, sama seperti saya akhirnya bisa mengenal sosok Hendrik Lim, MBA yang pernah juga awal tahun 2011 diundang perusahaan saya. Dan siapa sangka akhirnya saya berjumpa dengan beliau (Hendrik Lim, MBA) lagi secara lebih personal melalui blog ini meski untuk saat ini baru dari dunia maya.

Mudah-mudahan suatu saat saya pun bisa berjumpa kembali dengan Pak Rhenald Kasali sama seperti rencana dalam waktu dekat ini saya akan bertemu kembali dengan Pak Hendrik Lim, MBA.

Setiap kali saya membaca tulisan-tulisan Rhenald Kasali yang banyak tersebar di media, saya seperti sedang mendengar gaya bertutur beliau saat berbicara di depan kami dua tahun yang lalu. Dan yang paling berkesan adalah bagaimana sikap dan pandangan-pandangan beliau tentang kebijakan ekonomi yang ada di negeri ini. Opininya bernas, kritiknya tajam namun elegan karena penuh dengan sodoran contoh-contoh fakta, sangat sulit terbantahkan.

Saya melihat sosok Rhenald Kasali lebih pas sebagai seorang praktisi ekonomi ketimbang sosok akedemisi meskipun beliau seorang dosen, profesor dan guru besar Fakultas Ekonomi UI. Itu kesimpulan saya yang awam dan masih dangkal ilmu ekonominya.

Nah, kali ini saya akan sharing tulisan beliau yang dimuat di Koran Seputar Indonesia hari Kamis, 27 October 2011. Sengaja artikelnya saya kutip ke blog ini sebagai penebus kesalahan saya akibat kemarin telah beropini salah. Saya salah karena telah mengkritik Fadel Muhammad di artikel ini “Ada Saatnya Anda Harus Pergi Lengser”. Saya mengkritik Fadel tidak legowo menerima resuffle kabinet, padahal Fadel-lah orang yang sebetulnya paling pantas untuk dipertahankan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet SBY.

Mengapa Fadel Muhammad sampai dicopot? Baca dan temukan jawabannya di tulisan Rhenald Kasali di bawah ini.

***

Fadel Muhammad
Oleh: Rhenald Kasali

Secara pribadi saya tidak mengenalnya, bahkan bertemu saja baru satu kali. Itu pun di sebuah forum resmi, dalam diskusi tentang ekonomi kelautan yang diselenggarakan Radio Smart FM di Medan beberapa bulan lalu.

Namun, sejak Indonesia kehilangan Jusuf Kalla sebagai ”pendobrak” dan ”penggerak” ekonomi yang tidak pernah diam dalam ide, saya menemukan sosok ”bergerak” pada Fadel Muhammad. Selain tangannya dingin, kakinya ringan bergerak. Seperti yang sering saya katakan kepada para ekonom muda, ekonomi Indonesia ini bukannya kereta api otomatis yang cuma butuh jari untuk dijalankan.

Ekonomi kita adalah sebuah kapal besar yang tak akan bergerak kalau hanya dipikirkan. Ekonomi kita butuh a real entrepreneur yang piawai menggerakkan, melakukan breaktrough dan siap berperang melawan para mafioso. Jadi, pemimpin seperti inilah yang kita butuhkan, bukan harus dikurangi, tetapi perlu diperbanyak. Sayang kalau kita mengabaikannya.

Berperang Melawan Belenggu

Fadel mengagetkan kita saat dia maju berperang melawan ”beruang-beruang ekonomi” yang memaksa Indonesia melakukan impor komoditas tradisional yang banyak dikonsumsi rakyat. ”Beruang-beruang” itu tidak hanya memasukkan barang, melainkan juga menyodorkan data-data yang sudah dipoles yang seakan- akan kita sudah kekurangan segala komoditas dari beras, daging sapi,sampai garam, dan bawang merah. Pokoknya semua kurang dan mengancam inflasi.

Lalu apalagi kalau bukan harus impor? Kita melihat Fadel maju ke depan membongkar kontainer-kontainer berisi ikan kembung yang diselundupkan ke pasar Indonesia. Bukan cuma ikan kembung. Ternyata ikan lele dari Malaysia yang sangat mudah dikembangbiakkan di sini juga membanjiri pasar domestik melalui perbatasan Kalimantan, Pelabuhan Belawan, dan pelabuhan-pelabuhan penting lainnya.

Dari ikan kembung dia bergerak menyelamatkan industri garam rakyat yang bertahun-tahun digempur para importir bangsa sendiri. Impor-impor seperti itu jelas sangat berbahaya bagi masa depan bangsa ini.Harga impornya boleh sangat murah, dipasarkan dengan dumping atau tidak, tetapi perlahan-lahan mematikan ekonomi rakyat yang tersebar di seluruh pesisir Nusantara.

Setelah pertanian terpuruk, kini petambak garam pun dibunuh bangsa sendiri. Fadel-lah yang menuntut agar harga dasar garam rakyat dinaikkan. ”Kalau petambak hanya menerima Rp325 per kilogram, bagaimana mereka bisa hidup?”gugatnya. Dia pun mengusulkan agar dinaikkan menjadi Rp900. Petambak garam tentu senang dan mereka bisa kembali bekerja.

Tetapi kabar itu tak berlangsung lama karena kita mendengar Kementerian Perdagangan hanya mau menaikkan sampai ke Rp700. Itu pun beredar kabar ada saja pejabat—yang berdalih atas nama pasar bebas—tak mau tanda tangan. Petambak bisa jadi senang kepada Fadel, tetapi importir dan pemberi lisensi impor belum tentu.

Petani Tambak Garam
Petambak Garam

Kalau petambak garam dimanjakan Presiden, mereka bisa kembali menyekolahkan anak-anaknya dan makannya bisa lebih terasa enak.Mereka akan giat berproduksi dan impor garam akan hilang. Apakah benar inflasi akan terjadi hanya karena harga garam naik? Beberapa orang meragukannya, pasalnya harga dari petani yang rendah tidak menjamin harga kepada konsumen ikut rendah.

Bahkan impor murah sekalipun hanya menjadi alasan bagi importir untuk menguasai pasar.Harga akhir yang dibayar konsumen pun tetap saja tinggi. Lantas kalau harga dasar petambak dinaikkan, bagaimana nasib importir? Tentu mereka tidak tinggal diam. Menteri Perdagangan—atas nama perjanjian dagang yang dipayungi WTO—dan kita semua yang pernah belajar teori ekonomi, boleh saja percaya pada kompetisi dan pasar bebas.

Tetapi secara moralitas,tak ada bangsa yang secara tulus dan ikhlas membuka pasarnya secara bebas, murni 100%. Hanya bangsa yang bodohlah yang membiarkan pintunya dibuka lebar-lebar dan membiarkan ”beruang-beruang ekonomi” menari-nari memorak- porandakan pasar domestiknya.

Sementara pasar timbal-baliknya dibarikade dengan standar dan peraturan-peraturan yang tidak bisa ditembus. Anda tentu masih ingat betapa sulitnya produk-produk kelautan kita menembus pasar Amerika dan Eropa. Ketika Indonesia membuka pasar perbankan begitu leluasa bagi bank-bank asing, misalnya, Bank Mandiri kesulitan membuka satu saja cabangnya di Kuala Lumpur.

Apalagi membuka cabang dan jaringan ATM. Di Eropa kita juga melihat betapa sengitnya bangsa-bangsa yang percaya pada pasar bebas membuka pasar industri keju lokalnya dari gempuran keju buatan Kraft yang diproduksi secara massal. Di Amerika Serikat masih dalam ingatan kita pula, barikade diberikan kepada China saat CNOOC (China National Offshore Oil Corporation) berencana membeli perusahaan minyak Amerika (UNOCAL).

Sejumlah anggota kongres menekan Presiden Bush (2005) agar pemerintah membatalkan proposal China tersebut. Keju,minyak,udang,kopi,kertas, minyak sawit, atau tekstil sekalipun selalu dihadang masuk kalau industri suatu bangsa terancam. Jadi apa yang terjadi dengan lisensi impor di negeri ini? Sebuah keluguan atau kesengajaan? Bisakah kita memisahkan perdagangan dari pertahanan dan keamanan kalau wujudnya sudah mengancam kehidupan? Siapa peduli?

Pro-Poor

Maka sangat mengejutkan saat pekan lalu kita membaca Fadel Muhammad tidak lagi menjalankan tugas negara sebagai menteri kelautan dan perikanan. Sebagai warga negara kita mungkin terlalu rewel untuk mempersoalkan pencopotannya sebab semua itu adalah hak Presiden. Tetapi bagi seorang yang menjalankan misi Presiden yang pro poor–pro growth dan pro job, saya kira pantas kalau nada sesal layak kita ungkapkan.

Dia justru diganti karena membela kepentingan rakyat, pro-poor. Ibaratnya dia tengah berada di garis depan melawan ”beruang-beruang ekonomi” yang hanya memikirkan keuntungan sesaat dengan ”membeli” lisensi impor yang mematikan hak hidup rakyat jelata. Saya sebut mereka ”beruang ekonomi”karena seperti yang dikatakan Fadel, sesendok garam itu asin,tapi sekapal garam adalah manis.

Hanya beruanglah yang mampu mengendus rasa manis itu. Tahukah ”beruang-beruang ekonomi”itu bahwa petambak-petambak garam dan nelayan adalah penjaga perbatasan yang melindungi negeri dari segala serangan. Apa jadinya negeri ini bila hidup mereka dilupakan?
Bukankah lebih baik menjaga pertahanan perbatasan dengan memberikan kapal-kapal yang bagus dan pekerjaan yang menarik kepada para nelayan daripada membeli kapal perang yang tak pernah cukup untuk menjaga bibir-bibir pantai yang begitu luas?

Maka yang mengejutkan publik sebenarnya adalah mengapa bukan ucapan terima kasih dan bintang yang disematkan pada Fadel; melainkan serangkaian ucapan defensif dari kelompok-kelompok tertentu?

Karena itu, melalui tulisan ini, saya justru ingin memberi motivasi yang tulus agar Fadel Muhammad tidak berhenti sampai di sini,melainkan terus berkarya bagi kaum papa, petani-petani garam, dan para nelayan yang ”kalah” bukan dari persaingan bebas, melainkan dari ”beruang-beruang ekonomi”yang menjual negeri melalui lisensi impor.

Seorang pemimpin sejati tidak memimpin hanya karena dipanggil tugas.Pemimpin sejati bertugas karena panggilan. Saya senang membaca berita bahwa Fadel telah kembali bekerja dengan Yayasan Garamnya. Selamat bergabung di sektor ketiga. Inilah sektor kemandirian yang bekerja murni untuk memberantas kemiskinan.

Inilah sektor non-APBN yang memanggil orang-orang yang mau berjuang tanpa pamrih. Asosiasi Kewirausahaan Sosial yang saya pimpin tentu senang menyambut Fadel.Saya percaya Fadel pasti bisa berbuat lebih besar karena dia punya kekuatan perubahan yang justru tak dimiliki politisi lain. Simpati besar dari rakyat untuk Fadel layak kita sematkan.  RHENALD KASALI Ketua Program MM UI

Read more: http://www.diptara.com/2011/10/fadel-muhammad-sesendok-garam-itu-asin.html#ixzz2SU4aFkZ0

Jumat, 03 Mei 2013

Seminar Bisnis Banjarnegara oleh Komunitas Wirausaha Muda Indonesia

Menjadi pengusaha adalah mulia. Menjadi pengusaha berarti menjadi pahlawan. Menjadi pengusaha berarti siap berjuang. Menjadi pengusaha berarti menjadi jalan untuk meraih kemuliaan dunia dan akherat. ayo ikuti seminar bisnis menjadi pengusaha pada hari minggu, 12 Mei 2013 di gedung Almunawaroh Pasar Wage Banjarnegara.