Rabu, 04 Desember 2013

Heppy Trenggono -Riba Itu Masalah Mentalitas-



Heppy Trenggono: “Riba Itu Masalah Mentalitas”
Selasa, 24 Januari 2012 - 09:27 WIB
Riba hanya akan menghilangkan keberkahan dalam berbisnis.
UTANG dalam dunia bisnis menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Utang bisa menjadi stimulus untuk mengembangkan bisnis pengusaha. Utang bisa juga menjerat pengusaha kepada kebangkrutan.
Menurut Heppy Trenggono, CEO United Balimuda Corp, berutang boleh-boleh saja untuk pengembangan bisnis. “Utang itu bukan tidak boleh di dalam bisnis, boleh-boleh saja sepanjang itu utang yang baik yang akan menjadi leverage (pengungkit) untuk bisnis kita. Utang itu akan membuat bisnis kita lebih besar dan kita lebih kaya dari sebelumnya,” jelas Heppy.
Namun, lelaki kelahiran Batang, 29 November 1966 ini berpesan agar pebisnis tidak sembarangan untuk berutang. Ia berharap, bagi pebisnis, lebih-lebih pebisnis Muslim agar tidak berutang yang mengandung unsur riba. Sebab, riba tak akan membawa kepada kesuksesan.
Pesan yang Heppy sampaikan ini bukanlah asal bunyi. Ia sempat merasakan bisnisnya bangkrut karena terlilit utang hingga Rp 62 miliar. Bisnis Heppy kembali bangkit setelah ia meninggalkan riba. Bahkan, utang yang miliaran rupiah itu berhasil ia lunasi.
“Spirit riba itu adalah keserakahan, bukan memberi pertolongan. Karenanya tidak ada keberkahan,” tegas lelaki yang juga menjabat Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) ini.
Heppy bersyukur mengalami titik balik dari kenistaan menuju keberkahan. Sebagai tanda syukur, ia gencar mengkampanyekan gerakan anti riba ke berbagai tempat. Selain itu, kini Heppy juga gencar mengkampanyekan gerakan “Beli Indonesia”, sebuah gerakan pembelaan terhadap produk-produk Indonesia.
Berikut wawancara Heppy Trenggono dengan tim wartawan majalah Suara Hidayatullah.
Apa yang Anda pahami tentang konsep bisnis Islam?
Bisnis islami, adalah sebuah semangat membangun ekonomi dengan meyakini sepenuhnya bahwa sukses hanya akan bisa diraih jika dalam membangun bisnis kita mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejauhmana penguasaan para pengusaha Muslim dalam pasar dunia Islam?
Ketika berbicara tentang pasar dan dihubungkan dengan nilai ke-islaman, di sana ada 3 jenis pasar. Pertama, pasar halal. Pasar halal adalah pasar yang menginginkan segala sesuatu yang halal, pasar ini menyerap transaksi sebesar US$ 2,1 triliun per tahun, dengan pertumbuhan US$ 500 miliar per tahun.
Kedua, pasar Muslim. Pasar Muslim menyerap transaksi yang jauh lebih besar dari pasar halal, dimana pasar Muslim adalah seluruh umat Islam baik yang menuntut kehalalan maupun yang tidak. Jumlah umat Muslim di dunia 1.57 miliar orang dan tumbuh 2.9 persen setiap tahun. Ketiga, pasar dunia. Adalah jumlah pasar terbuka yang ada di dunia.
Penguasaan pengusaha Muslim di Indonesia dan di seluruh dunia pada pasar halal hari ini sangat kecil. Nestle adalah perusahaan yang paling besar menguasai pasar halal di dunia dengan nilai transaksi sekitar US$ 5.32 miliar per tahun.
Itu data tentang penguasaan pasar halal, apalagi berbicara tentang pasar Muslim dan pasar dunia, pengusaha Muslim harus bangkit dan tampil secara nyata dalam kancah ekonomi!
Kekayaan alam yang berlimpah dan berpotensi menjadi kekuatan ekonomi dunia, mengapa masih jauh tertinggal?
Saya melihat saat ini Indonesia tengah menghadapi dua persoalan besar. Pertama, lake of entrepreneurship. Atau Indonesia kekurangan wirausaha. Hal ini berkaitan dengan kurangnya mentalitas berwirausaha. Bagaimana mau membangun sektor swasta jika pemimpin kita tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Nah, ini sebabnya pengusaha kita sangat sedikit.
Kedua, kita lemah dalam penguasaan pasar yang merupakan pasar kita sendiri. Di Indonesia, sebelum free trade (pasar bebas) sudah dikuasai oleh asing. Tekstil, farmasi 80 persen asing, dan teknologi 92 persen asing. Semua sektor dikuasai asing.
Artinya, masyarakat Indonesia tidak menggunakan produk yang diciptakan sendiri. Seluruh konsep ekonomi tidak akan ada artinya kalau bangsa Indonesia tidak menggunakan produknya sendiri.
Lihat China, mereka luar biasa. Mereka menggunakan produknya sendiri. Seluruh bangsa di dunia menggunakan dan membela produk dalam negeri. Indonesia baru berbicara cinta, cintailah produk dalam negeri.
Bagaimana dengan faktor kepemimpinan, apakah memiliki pengaruh juga?
Entrepreneurship dan leadership tidak bisa dipisahkan. Tanpa leadership tak akan muncul entrepreneurship. Pemimpin kita tak memiliki jiwa wirausaha. Pernah ada salah satu kabupaten di Indonesia yang mengikuti pameran internasional tentang bisnis di China.
Mereka hanya menampilkan foto-foto bupati beserta wakilnya, bahkan ada yang saat naik speedboat. Mereka sama sekali tidak memamerkan barang dagangan. Kenapa itu terjadi? Karena mereka tak mempunyai konsep tentang entrepreneurship.
Mereka tidak tahu kalau hidup ini adalah jualan. Makanya jangan heran meski negara kita kaya dari sisi sumber daya alam, tapi tidak membuat kaya rakyatnya, malah orang lain yang dibuat kaya.
Seberapa penting penguasaan ekonomi dalam membangun peradaban Islam?
Kehidupan ini hakikatnya adalah percaturan ekonomi, jika kita tidak merdeka secara ekonomi kemungkinan besar kita tidak merdeka dalam kehidupan. Lihatlah betapa banyaknya negara Islam tersandera oleh kekuatan asing karena mereka tidak merdeka secara ekonomi.
Anda katakan bahwa Indonesia kekurangan pengusaha. Berapa idealnya jumlah pengusaha di Indonesia?
Idealnya ya paling sedikit 2 persen dari jumlah penduduk. Lihat Singapura yang memiliki 9 persen , China 9 persen, Amerika Serikat 11 persen jumlah pengusahanya. Sekarang ini Indonesia baru memiliki pengusaha 0,18 persen.
Kita masih berkutat pada persoalan, apakah kita negara maritim atau agraris. Anda mau negara maritim mesti entrepreneurship, mau negara agraris mesti entrerpreneurship, dan mau jadi negara teknologi mesti ada entrepreneurship.
Bisakah kita mengurangi dominasi asing?
Bisa berawal dari asing yang masuk dulu atau dari kita (Indonesia) yang tidak benar. Ini kan tidak jelas. Selama ini kita berharap kepada pemegang otoritas, tolong dong dibendung impor. Kita punya beras, eh kita impor beras juga. Ya matilah petani-petani kita.
Asing boleh ada di Indonesia, barang-barang asing boleh tetap dipasarkan di Indonesia, tapi keputusan membeli tetap ada di tangan manusia Indonesia. Nah, sekarang ini tugas kita bagaimana membangun sikap pembelaan.
Kalau masyarakat sudah terbangun sikap pembelaan dan yang kita cari hanya produk Indonesia, maka dengan sendirinya produk-produk Indonesia bakal bermunculan. Ujung-ujungnya keuangan orang Indonesia akan segera kuat, keuangan dan perekonomian pemerintah Indonesia akan kuat.
Apakah konsep “Beli Indonesia” yang digagas IIBF sebagai upaya menggusur dominasi asing?
“Beli Indonesia” adalah sebuah konsep untuk membangun karakter berupa jatidiri pembelaan terhadap produk Indonesia. Bangsa Indonesia harus sadar sebagai bangsa yang besar, sebagai bangsa bermartabat.
Selanjutnya kita harus menumbuhkan keyakinan bahwa Indonesia juga bisa besar. Singapura bisa 300 miliar dolar ekspornya, kok Indonesia hanya 15o miliar dolar. Seharusnya, Indonesia bisa 10 kali lipat jumlah ekspornya dibanding Singapura. Keyakinan inilah yang harus dibangun.
Kita harus optimis. Membangun karakter adalah membangun seseorang untuk melakukan sesuatu.
Coba kita lihat orang Yahudi. Di mana pun orang Yahudi berada pantangan bagi mereka untuk membeli produk orang yang bukan Yahudi. Mereka memiliki karakter, jatidiri dan pembelaannya sangat luar biasa. Karakter seperti inilah yang hilang di Indonesia.
Kenapa bukan “Beli Islam” saja?
Wajah Indonesia merupakan wajah Islam. Karena Indonesia adalah bangsa yang mayoritas berpenduduk Muslim. Hari ini umat Islam tidak menunjukkan karakternya. Karakter Muslim itu Rahmatan lil ‘alamin! Ini yang harus kita bangkitkan. Sebagai Muslim kita seharusnya memimpin negeri ini.
Tapi faktanya produk-produk asing itu lebih berkualitas bahkan lebih murah dari produk Indonesia?
Kalau karakter pembelaan terhadap produk Indonesia sudah terbangun, maka kita tidak lagi berpikir untuk membeli produk orang lain, meski produknya lebih unggul atau lebih murah dari produk kita.
Masalah peningkatan kualitas produk, itu hanya pada persoalan proses saja. China saja tidak langsung mampu menciptakan produk-produk berkualitas. Mereka butuh puluhan tahun untuk perbaikan-perbaikan.
“Beli Indonesia” buat saya bukan hanya sekadar membangun ekonomi, tetapi membangun karakter unggul bangsa Indonesia.
Banyak umat Islam yang tidak berpikir menjadi pengusaha, padahal Rasulullah dan para sahabat sebagian besar adalah pengusaha. Apa penyebabnya?Paradigma bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang hanya di masjid merupakan paradigma yang harus dikikis. Seolah-olah kalau takwa tidak kaya, kalau kaya pasti tidak takwa adalah sebuah kekeliruan paradigma berpikir. Pertanyaan sesungguhnya, mungkinkah kita kaya kalau tidak bertakwa?
Karakter apa yang harus dimiliki seorang pebisnis?
Bisnis bukan sekadar ilmu ekonomi, namun lebih dari itu, bisnis adalah ilmu kehidupan. Dengan berbisnis seseorang dapat menempa dirinya menguasai ilmu-ilmu kehidupan. Menjadi pebisnis harus sabar, pebisnis yang tidak sabar dan hanya menggunakan nafsunya akan hancur.
Ulet, tekun, bekerja keras, bersikap baik kepada orang lain dan karyawan, yakin, dan sebagainya adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pebisnis dan merupakan sifat unggul yang Allah sukai.
Calon pengusaha Muslim kadang bingung untuk memulai bisnis. Bagaimana tips Anda untuk memulai sebuah bisnis baru?
Think big, start small, grow fast! Berpikir besar, tetapi mulailah dari yang kecil. Membangun bisnis adalah membangun kompetensi, dan membangun kompetensi membutuhkan waktu. Semangat saja tidak cukup, kita harus sabar menjalani apa yang kita cita–citakan setahap demi setahap.
Wahyu kepada Rasulullah diturunkan tidak sekaligus, demikian juga pemahaman tentang bisnis tidak akan didapat dalam waktu sekejap. Untuk itu, mulailah dari yang kecil, hindari berutang ketika baru memulai, jangan gunakan kartu kredit, dan yang paling penting miliki mentor yang bersedia membimbing kita dalam menjalani usaha, dan bergaullah dengan orang-orang yang telah sukses berbisnis.
Seperti apa peran IIBF membina para pengusaha Muslim?
Strategi besar IIBF adalah menciptakan pengusaha yang pejuang sebanyak mungkin. Target awal kami yakni membidik para pengusaha besar yang telah bangkrut. Mereka kami bina, lalu nantinya para pengusaha itu yang akan membina calon pengusaha atau pengusaha-pengusaha kecil.
Ada tiga bidikan kami. Pertama, para pengusaha yang sudah jadi. Kedua, para calon pengusaha, yakni kami bina sejak mahasiswa ataupun saat mereka berusia SMA. Ketiga adalah pemerintah.
IIBF selalu menekankan agar pengusaha Muslim menghindari riba atau berutang dalam berbisnis…
Riba merupakan hal yang dilarang oleh Allah. Sebagai pengusaha Muslim tentu harus menghindarinya. Riba menghilangkan keberkahan dalam berbisnis. Selain menghindari riba, kita terapkan sedekah. Di dalam ekonomi riba itu seperti jantung. Kalau ini tidak diberesi, maka yang lain rusak. Riba merupakan masalah mentalitas. Makanya riba menjadi perhatian IIBF.
Tidak ada di IIBF orang yang berbicara membenarkan riba. Orang yang bergabung di IIBF merupakan orang-orang yang berhijrah. Mereka meyakini bila meninggalkan riba merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam berbisnis. Bahkan orang non-Muslim yang bergabung di IIBF ikut meyakini.
Bukankah pinjaman modal usaha (utang) itu bisa untuk mengembangkan bisnis?
Pinjaman usaha atau utang memang bisa mengembangkan bisnis, tapi bila tidak terkontrol bisa membangkrutkan usaha. Banyak pengusaha terjebak utang, bahkan terseret dalam kebangkrutan. Utang itu ilusi kekayaan. Mandeknya perekonomian Indonesia juga disebabkan karena utang.
Sekarang ini mudah sekali seseorang untuk berutang. Lihatlah fenomena kartu kredit. Ribuan orang di Indonesia itu terjerat kartu kredit. Bahkan ada ‘promotor’ yang mengatakan utang itu merupakan kemuliaan. Hanya di Indonesia orang-orang begitu mudah mendapat kartu kredit.
Bagaimana jika berutang dengan sistem syariah?
Seharusnya dalam berbisnis pengusaha Muslim mematuhi nilai-nilai syariah, termasuk jika harus berutang. Ada tiga kesalahan besar pengusaha melihat bisnis syariah atau riba hari ini. Pertama, banyak pengusaha menganggap syariah itu sebagai sebuah pilihan. Kedua, pengusaha menganggap riba tidak bisa dihindari saat ini. Ketiga, kita akan komit meninggalkan riba jika bisnis kita sudah sukses.Lalu, bagaimana dengan pengusaha yang sudah terjerat utang riba ?
Yang pertama harus dilakukan adalah niat yang kuat untuk segera melunasinya. Orang yang bersungguh-sungguh melunasi utang akan dimudahkan Allah. Bahkan akan segera bangkit dengan kekayaan yang lebih berlimpah dari sebelumnya.
Selanjutnya, ketika proses pelunasan utang itu, jangan sampai melupakan sedekah. Sedekah bukanlah dari orang kaya kepada orang miskin, tetapi dari orang yang mau kepada orang yang membutuhkan. Karena itu, al- Qur`an menggunakan istilah lapang dan sempit untuk orang yang mau bersedekah dan menafkahkan harta. *

Heppy Trenggono: “Riba Itu Masalah Mentalitas”



Heppy Trenggono: “Riba Itu Masalah Mentalitas”
Selasa, 24 Januari 2012 - 09:27 WIB
Riba hanya akan menghilangkan keberkahan dalam berbisnis
http://iklan.hidayatullah.com/www/delivery/lg.php?bannerid=69&campaignid=3&zoneid=5&loc=http%3A%2F%2Fwww.hidayatullah.com%2Fread%2F20799%2F24%2F01%2F2012%2Fheppy-trenggono%253A-%25E2%2580%259Criba-itu-masalah-mentalitas%25E2%2580%259D.html&cb=652b4506e4
UTANG dalam dunia bisnis menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Utang bisa menjadi stimulus untuk mengembangkan bisnis pengusaha. Utang bisa juga menjerat pengusaha kepada kebangkrutan.
Menurut Heppy Trenggono, CEO United Balimuda Corp, berutang boleh-boleh saja untuk pengembangan bisnis. “Utang itu bukan tidak boleh di dalam bisnis, boleh-boleh saja sepanjang itu utang yang baik yang akan menjadi leverage (pengungkit) untuk bisnis kita. Utang itu akan membuat bisnis kita lebih besar dan kita lebih kaya dari sebelumnya,” jelas Heppy.
Namun, lelaki kelahiran Batang, 29 November 1966 ini berpesan agar pebisnis tidak sembarangan untuk berutang. Ia berharap, bagi pebisnis, lebih-lebih pebisnis Muslim agar tidak berutang yang mengandung unsur riba. Sebab, riba tak akan membawa kepada kesuksesan.
Pesan yang Heppy sampaikan ini bukanlah asal bunyi. Ia sempat merasakan bisnisnya bangkrut karena terlilit utang hingga Rp 62 miliar. Bisnis Heppy kembali bangkit setelah ia meninggalkan riba. Bahkan, utang yang miliaran rupiah itu berhasil ia lunasi.
“Spirit riba itu adalah keserakahan, bukan memberi pertolongan. Karenanya tidak ada keberkahan,” tegas lelaki yang juga menjabat Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) ini.
Heppy bersyukur mengalami titik balik dari kenistaan menuju keberkahan. Sebagai tanda syukur, ia gencar mengkampanyekan gerakan anti riba ke berbagai tempat. Selain itu, kini Heppy juga gencar mengkampanyekan gerakan “Beli Indonesia”, sebuah gerakan pembelaan terhadap produk-produk Indonesia.
Berikut wawancara Heppy Trenggono dengan tim wartawan majalah Suara Hidayatullah.
Apa yang Anda pahami tentang konsep bisnis Islam?
Bisnis islami, adalah sebuah semangat membangun ekonomi dengan meyakini sepenuhnya bahwa sukses hanya akan bisa diraih jika dalam membangun bisnis kita mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejauhmana penguasaan para pengusaha Muslim dalam pasar dunia Islam?
Ketika berbicara tentang pasar dan dihubungkan dengan nilai ke-islaman, di sana ada 3 jenis pasar. Pertama, pasar halal. Pasar halal adalah pasar yang menginginkan segala sesuatu yang halal, pasar ini menyerap transaksi sebesar US$ 2,1 triliun per tahun, dengan pertumbuhan US$ 500 miliar per tahun.
Kedua, pasar Muslim. Pasar Muslim menyerap transaksi yang jauh lebih besar dari pasar halal, dimana pasar Muslim adalah seluruh umat Islam baik yang menuntut kehalalan maupun yang tidak. Jumlah umat Muslim di dunia 1.57 miliar orang dan tumbuh 2.9 persen setiap tahun. Ketiga, pasar dunia. Adalah jumlah pasar terbuka yang ada di dunia.
Penguasaan pengusaha Muslim di Indonesia dan di seluruh dunia pada pasar halal hari ini sangat kecil. Nestle adalah perusahaan yang paling besar menguasai pasar halal di dunia dengan nilai transaksi sekitar US$ 5.32 miliar per tahun.
Itu data tentang penguasaan pasar halal, apalagi berbicara tentang pasar Muslim dan pasar dunia, pengusaha Muslim harus bangkit dan tampil secara nyata dalam kancah ekonomi!
Kekayaan alam yang berlimpah dan berpotensi menjadi kekuatan ekonomi dunia, mengapa masih jauh tertinggal?
Saya melihat saat ini Indonesia tengah menghadapi dua persoalan besar. Pertama, lake of entrepreneurship. Atau Indonesia kekurangan wirausaha. Hal ini berkaitan dengan kurangnya mentalitas berwirausaha. Bagaimana mau membangun sektor swasta jika pemimpin kita tidak memiliki jiwa entrepreneurship. Nah, ini sebabnya pengusaha kita sangat sedikit.
Kedua, kita lemah dalam penguasaan pasar yang merupakan pasar kita sendiri. Di Indonesia, sebelum free trade (pasar bebas) sudah dikuasai oleh asing. Tekstil, farmasi 80 persen asing, dan teknologi 92 persen asing. Semua sektor dikuasai asing.
Artinya, masyarakat Indonesia tidak menggunakan produk yang diciptakan sendiri. Seluruh konsep ekonomi tidak akan ada artinya kalau bangsa Indonesia tidak menggunakan produknya sendiri.
Lihat China, mereka luar biasa. Mereka menggunakan produknya sendiri. Seluruh bangsa di dunia menggunakan dan membela produk dalam negeri. Indonesia baru berbicara cinta, cintailah produk dalam negeri.
Bagaimana dengan faktor kepemimpinan, apakah memiliki pengaruh juga?
Entrepreneurship dan leadership tidak bisa dipisahkan. Tanpa leadership tak akan muncul entrepreneurship. Pemimpin kita tak memiliki jiwa wirausaha. Pernah ada salah satu kabupaten di Indonesia yang mengikuti pameran internasional tentang bisnis di China.
Mereka hanya menampilkan foto-foto bupati beserta wakilnya, bahkan ada yang saat naik speedboat. Mereka sama sekali tidak memamerkan barang dagangan. Kenapa itu terjadi? Karena mereka tak mempunyai konsep tentang entrepreneurship.
Mereka tidak tahu kalau hidup ini adalah jualan. Makanya jangan heran meski negara kita kaya dari sisi sumber daya alam, tapi tidak membuat kaya rakyatnya, malah orang lain yang dibuat kaya.
Seberapa penting penguasaan ekonomi dalam membangun peradaban Islam?
Kehidupan ini hakikatnya adalah percaturan ekonomi, jika kita tidak merdeka secara ekonomi kemungkinan besar kita tidak merdeka dalam kehidupan. Lihatlah betapa banyaknya negara Islam tersandera oleh kekuatan asing karena mereka tidak merdeka secara ekonomi.
Anda katakan bahwa Indonesia kekurangan pengusaha. Berapa idealnya jumlah pengusaha di Indonesia?
Idealnya ya paling sedikit 2 persen dari jumlah penduduk. Lihat Singapura yang memiliki 9 persen , China 9 persen, Amerika Serikat 11 persen jumlah pengusahanya. Sekarang ini Indonesia baru memiliki pengusaha 0,18 persen.
Kita masih berkutat pada persoalan, apakah kita negara maritim atau agraris. Anda mau negara maritim mesti entrepreneurship, mau negara agraris mesti entrerpreneurship, dan mau jadi negara teknologi mesti ada entrepreneurship.
Bisakah kita mengurangi dominasi asing?
Bisa berawal dari asing yang masuk dulu atau dari kita (Indonesia) yang tidak benar. Ini kan tidak jelas. Selama ini kita berharap kepada pemegang otoritas, tolong dong dibendung impor. Kita punya beras, eh kita impor beras juga. Ya matilah petani-petani kita.
Asing boleh ada di Indonesia, barang-barang asing boleh tetap dipasarkan di Indonesia, tapi keputusan membeli tetap ada di tangan manusia Indonesia. Nah, sekarang ini tugas kita bagaimana membangun sikap pembelaan.
Kalau masyarakat sudah terbangun sikap pembelaan dan yang kita cari hanya produk Indonesia, maka dengan sendirinya produk-produk Indonesia bakal bermunculan. Ujung-ujungnya keuangan orang Indonesia akan segera kuat, keuangan dan perekonomian pemerintah Indonesia akan kuat.
Apakah konsep “Beli Indonesia” yang digagas IIBF sebagai upaya menggusur dominasi asing?
“Beli Indonesia” adalah sebuah konsep untuk membangun karakter berupa jatidiri pembelaan terhadap produk Indonesia. Bangsa Indonesia harus sadar sebagai bangsa yang besar, sebagai bangsa bermartabat.
Selanjutnya kita harus menumbuhkan keyakinan bahwa Indonesia juga bisa besar. Singapura bisa 300 miliar dolar ekspornya, kok Indonesia hanya 15o miliar dolar. Seharusnya, Indonesia bisa 10 kali lipat jumlah ekspornya dibanding Singapura. Keyakinan inilah yang harus dibangun.
Kita harus optimis. Membangun karakter adalah membangun seseorang untuk melakukan sesuatu.
Coba kita lihat orang Yahudi. Di mana pun orang Yahudi berada pantangan bagi mereka untuk membeli produk orang yang bukan Yahudi. Mereka memiliki karakter, jatidiri dan pembelaannya sangat luar biasa. Karakter seperti inilah yang hilang di Indonesia.
Kenapa bukan “Beli Islam” saja?
Wajah Indonesia merupakan wajah Islam. Karena Indonesia adalah bangsa yang mayoritas berpenduduk Muslim. Hari ini umat Islam tidak menunjukkan karakternya. Karakter Muslim itu Rahmatan lil ‘alamin! Ini yang harus kita bangkitkan. Sebagai Muslim kita seharusnya memimpin negeri ini.
Tapi faktanya produk-produk asing itu lebih berkualitas bahkan lebih murah dari produk Indonesia?
Kalau karakter pembelaan terhadap produk Indonesia sudah terbangun, maka kita tidak lagi berpikir untuk membeli produk orang lain, meski produknya lebih unggul atau lebih murah dari produk kita.
Masalah peningkatan kualitas produk, itu hanya pada persoalan proses saja. China saja tidak langsung mampu menciptakan produk-produk berkualitas. Mereka butuh puluhan tahun untuk perbaikan-perbaikan.
“Beli Indonesia” buat saya bukan hanya sekadar membangun ekonomi, tetapi membangun karakter unggul bangsa Indonesia.
Banyak umat Islam yang tidak berpikir menjadi pengusaha, padahal Rasulullah dan para sahabat sebagian besar adalah pengusaha. Apa penyebabnya?Paradigma bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang hanya di masjid merupakan paradigma yang harus dikikis. Seolah-olah kalau takwa tidak kaya, kalau kaya pasti tidak takwa adalah sebuah kekeliruan paradigma berpikir. Pertanyaan sesungguhnya, mungkinkah kita kaya kalau tidak bertakwa?
Karakter apa yang harus dimiliki seorang pebisnis?
Bisnis bukan sekadar ilmu ekonomi, namun lebih dari itu, bisnis adalah ilmu kehidupan. Dengan berbisnis seseorang dapat menempa dirinya menguasai ilmu-ilmu kehidupan. Menjadi pebisnis harus sabar, pebisnis yang tidak sabar dan hanya menggunakan nafsunya akan hancur.
Ulet, tekun, bekerja keras, bersikap baik kepada orang lain dan karyawan, yakin, dan sebagainya adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pebisnis dan merupakan sifat unggul yang Allah sukai.
Calon pengusaha Muslim kadang bingung untuk memulai bisnis. Bagaimana tips Anda untuk memulai sebuah bisnis baru?
Think big, start small, grow fast! Berpikir besar, tetapi mulailah dari yang kecil. Membangun bisnis adalah membangun kompetensi, dan membangun kompetensi membutuhkan waktu. Semangat saja tidak cukup, kita harus sabar menjalani apa yang kita cita–citakan setahap demi setahap.
Wahyu kepada Rasulullah diturunkan tidak sekaligus, demikian juga pemahaman tentang bisnis tidak akan didapat dalam waktu sekejap. Untuk itu, mulailah dari yang kecil, hindari berutang ketika baru memulai, jangan gunakan kartu kredit, dan yang paling penting miliki mentor yang bersedia membimbing kita dalam menjalani usaha, dan bergaullah dengan orang-orang yang telah sukses berbisnis.
Seperti apa peran IIBF membina para pengusaha Muslim?
Strategi besar IIBF adalah menciptakan pengusaha yang pejuang sebanyak mungkin. Target awal kami yakni membidik para pengusaha besar yang telah bangkrut. Mereka kami bina, lalu nantinya para pengusaha itu yang akan membina calon pengusaha atau pengusaha-pengusaha kecil.
Ada tiga bidikan kami. Pertama, para pengusaha yang sudah jadi. Kedua, para calon pengusaha, yakni kami bina sejak mahasiswa ataupun saat mereka berusia SMA. Ketiga adalah pemerintah.
IIBF selalu menekankan agar pengusaha Muslim menghindari riba atau berutang dalam berbisnis…
Riba merupakan hal yang dilarang oleh Allah. Sebagai pengusaha Muslim tentu harus menghindarinya. Riba menghilangkan keberkahan dalam berbisnis. Selain menghindari riba, kita terapkan sedekah. Di dalam ekonomi riba itu seperti jantung. Kalau ini tidak diberesi, maka yang lain rusak. Riba merupakan masalah mentalitas. Makanya riba menjadi perhatian IIBF.
Tidak ada di IIBF orang yang berbicara membenarkan riba. Orang yang bergabung di IIBF merupakan orang-orang yang berhijrah. Mereka meyakini bila meninggalkan riba merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam berbisnis. Bahkan orang non-Muslim yang bergabung di IIBF ikut meyakini.
Bukankah pinjaman modal usaha (utang) itu bisa untuk mengembangkan bisnis?
Pinjaman usaha atau utang memang bisa mengembangkan bisnis, tapi bila tidak terkontrol bisa membangkrutkan usaha. Banyak pengusaha terjebak utang, bahkan terseret dalam kebangkrutan. Utang itu ilusi kekayaan. Mandeknya perekonomian Indonesia juga disebabkan karena utang.
Sekarang ini mudah sekali seseorang untuk berutang. Lihatlah fenomena kartu kredit. Ribuan orang di Indonesia itu terjerat kartu kredit. Bahkan ada ‘promotor’ yang mengatakan utang itu merupakan kemuliaan. Hanya di Indonesia orang-orang begitu mudah mendapat kartu kredit.
Bagaimana jika berutang dengan sistem syariah?
Seharusnya dalam berbisnis pengusaha Muslim mematuhi nilai-nilai syariah, termasuk jika harus berutang. Ada tiga kesalahan besar pengusaha melihat bisnis syariah atau riba hari ini. Pertama, banyak pengusaha menganggap syariah itu sebagai sebuah pilihan. Kedua, pengusaha menganggap riba tidak bisa dihindari saat ini. Ketiga, kita akan komit meninggalkan riba jika bisnis kita sudah sukses.Lalu, bagaimana dengan pengusaha yang sudah terjerat utang riba ?
Yang pertama harus dilakukan adalah niat yang kuat untuk segera melunasinya. Orang yang bersungguh-sungguh melunasi utang akan dimudahkan Allah. Bahkan akan segera bangkit dengan kekayaan yang lebih berlimpah dari sebelumnya.
Selanjutnya, ketika proses pelunasan utang itu, jangan sampai melupakan sedekah. Sedekah bukanlah dari orang kaya kepada orang miskin, tetapi dari orang yang mau kepada orang yang membutuhkan. Karena itu, al- Qur`an menggunakan istilah lapang dan sempit untuk orang yang mau bersedekah dan menafkahkan harta. *